Nikmat mana yang bisa didustakan, ketika weekend datang dan kita punya segudang rencana untuk mengisi hari. Tapi weekend berubah jadi gegana *gerah galau merana* ketika ga jadi pergi karena cuaca buruk, bener ngga?. Seperti kemarin, hujan turun selama dua hari berturut-turut, padahal weekend ini adalah weekend yang paling kutunggu. Pergi melihat suasana hijau pegunungan di kota Lawang dan ke masjid Muhammad Cheng Hoo Pandaan bersama do'i.
Persiapan sudah kulakukan dua hari sebelumnya. Karena ini adalah perjalanan pertama kami berdua dengan motor ke kota lain, maka persiapan harus dilakukan se-detail mungkin. Do'i ga terbiasa bepergian jauh dengan motor, jadi perbekalan buat do'i juga harus kuperhatikan.
Ada tiga hal yang harus dicek sebelum kita bepergian, apa sajakah?
Yang pertama : cek do'i dan diri sendiri.
Do'i sehat dan kuat? Yap, do'i tidak sakit, moodnya bagus, dan fisiknya ‘siap’ berkendara ke Lawang. Do'i orangnya kuat kok. "aku siap bolak balik Bangkalan-Surabaya buat kamu", katanya gombal.
Sekarang giliran diri sendiri yang dicek. Aku sehat wal’afiat fisik dan mentalnya, walau lagi ga mood karena di PHP-in cuaca (maafkan aku ya Allah…).
Yang kedua : cek barang bawaan.
Do’i bawa dua jaket tebal, jas hujan, sandal gunung, sepatu kets, kaca mata hitam, masker anti debu, sarung tangan, dua smartphone, earphone dan dompet beserta isinya. Do'i ga bawa tas, sebagian barang bawaannya ditata dalam bagasi motor dan sebagian lagi melekat dibadannya.
Aku membawa tas punggung ukuran tanggung yang kuisi dengan mukenah, dompet, satu ponsel, satu smartphone, earphone, kaca mata anti UV, agenda kecil, bolpoin, tissue, hand sanitizer, lipgloss, tendercare balm, facial foam, gunting, beberapa tas kresek, dan jas hujan. Untuk menghemat uang, aku mempersiapkan bekal makan siang buat do'i, roti sisir satu plastik, plus air putih dalam botol minuman. Aku siap berangkat memakai jaket kulit, masker anti debu dan sarung tangan.
Yang ketiga : cek kendaraan.
Do'i meyakinkan untuk memakai motornya dan aku percaya do'i sudah mempersiapkan itu. Meskipun percaya, aku tetap memeriksa motor do'i *walau sekilas*. Bensin cukup, suara mesin garang, dan ban depan-belakang oke.
Bismillaahirrokhmaanirrokhiim. Kami berangkat saat hujan sudah reda.
Dari Surabaya ke Lawang, sekitar 70 kilometer jarak yang harus ditempuh dengan perkiraan waktu sampai sekitar 1-2 jam naik motor jika tidak macet. Surabaya – Sidoarjo – Porong – Gempol – Pandaan – Sukorejo – Sengon – Purwosari – Purwodadi – Lawang. Adalah rute daerah yang harus kami lalui. Kami beruntung tidak kena macet dan hujan tidak turun sepanjang perjalanan menuju Lawang. Alhamdulillah..
Menuju wisata kebun teh, dari pasar Lawang (ke arah Malang) kami harus putar balik sekitar 200 meter jauhnya. Sebelah kiri jalan terdapat papan bertulis “Kebun Teh Wonosari”, kami belok kiri mengikuti info dari papan tersebut. Jarak dari jalan utama (Malang-Surabaya) ke lokasi kebun teh sekitar tujuh kilometer. Setiap sudut jalan selalu terdapat papan penunjuk arah jadi tak perlu takut kesasar. Tapi yang sangat sangat perlu diperhatikan adalah jalanan yang sempit dan menanjak serta beberapa tikungan tajam, kita wajib waspada.
Di pintu gerbang masuk area kebun teh, do’i mengeluarkan uang Rp 32.000, rinciannya :
1. Tiket masuk Rp 15.000/orang
2. Parkir motor Rp 2.000/motor
Parkir Motor |
Parkir Mobil dan Bus |
Masuk area rekreasi dan wisata, kami disambut dengan pemandangan yang menakjubkan. Subhanallah. Beruntung cuaca berubah cerah dan gunung Arjuno terlihat jelas.
"Ayo, kita jalan terus sampai ujung ya, paling nanti kamu yang capek terus minta gendong", kata do'i sambil nggeret gandeng tangan aku. Kami melewati jalanan bebatuan yang menanjak untuk bisa melihat lereng gunung Arjuno lebih dekat.
"Ihh, aku wanita kuat, mana iya capek dengan mudah", kataku tak mau kalah.
Kami akhirnya berhenti di suatu spot karena sama-sama capek.
Subhanallah.. Subhanallah.. Subhanallah..
Langit yang cerah, suhu yang lebih hangat, hamparan teh berwarna hijau, pemandangan gunung Arjuno yang menakjubkan dan ada si do'i.
Kami duduk diatas batu yang paling tinggi sehingga semua pemandangan kebun teh dan area rekreasi terlihat dari sini. Kami mengobrol sambil berjemur menikmati perpaduan hawa sejuk dan hangatnya sinar matahari hingga adzan dhuhur terdengar berkumandang.
Kami beranjak menuju masjid di area wisata untuk sholat dhuhur.
Sepanjang jalan menuju masjid, pemandangan kebun teh menyuguhkan view cantik yang membuat nyaman dihati. Bagi orang kota sepertiku yang kesehariannya hanya melihat gadget, laptop, bangunan-bangunan dan asap kendaraan,, melihat pemandangan seperti bagai melihat surga dunia yang tidak bisa dilakukan setiap hari.
Captured by Wahyu Alam |
Menurut cerita salah satu pengelola kebun, hamparan kebun teh seluas kurang lebih 1.1441,31 hektar ini dulunya milik orang Belanda. Setelah Indonesia merdeka, kebun teh dikelola oleh PTPN XII hingga sekarang. Kebun Teh Wonosari ini berada diketinggian 950 hingga 1250 meter diatas permukaan laut dan suhu disini berkisar antara 19 sampai 25 derajat celcius. Menghirup udara segar disini pada pagi hari sangat direkomendasikan untuk kalian yang sedang terapi lho.
Setelah berjalan memutar selama lima belas menit akhirnya kami sampai di masjid An Nur, letaknya disebelah timur parkir mobil dan bus. Kami melakukan sholat dhuhur berjamaah dengan rombongan pengunjung.
“Ini siapa sih yang kurang kerjaan, masa’ airnya dikasih es batu…”, kata do’i mengeluh.
Ngga mungkin volume air segitu banyak ada yang kasih es batu, kita berada diketinggian 1000 meter diatas permukaan air laut cintaaa.
Kami melanjutkan berkeliling ke area wisata. Setelah membeli oleh-oleh di toko teh dan kopi, kami pergi ke “Tea House” untuk menikmati waktu makan siang.
Pabrik Pembuatan Teh |
Toko Oleh-oleh |
Tea House Cafe |
“Kok aku lapar ya, mana bekal makan siang buat aku? Aku ambil ya ditas”, kata do’i sesaat setelah duduk dimeja nomor dua.
"Iya", jawabku sambil berlalu menuju tempat pesan makanan. Selesai membayar, aku menghampiri do’i. Kaget setengah ketawa geli melihat do’i menghabiskan bekal makanan yang cukup untuk dimakan berdua.
"Iya", jawabku sambil berlalu menuju tempat pesan makanan. Selesai membayar, aku menghampiri do’i. Kaget setengah ketawa geli melihat do’i menghabiskan bekal makanan yang cukup untuk dimakan berdua.
“Kok aku masih lapar ya, aku boleh makan roti?”, tanya do’i sambil senyum senyum dan menaikkan alis. Aku mengangguk dan do'i langsung mengambil roti dari dalam tas lalu memakannya.
“Makan tadi, uda baca bismillah mas?”, tanyaku.
“Uda doong”, jawabnya sambil mengunyah roti. “Kamu beli apa tadi?”
“Bakso arjuna, white tea hangat dan es teh susu…”
Sekitar 20 menit kemudian pesanan kami datang.
“Baksonya aku habisin ya mas..”
“Aaa ga mau ga mauu, kok kamu cuma pesan satuu”, kata do’i manja. “Nanti pokoknya kita cari bakso enak disekitar sini”.
“Iya dehh”, jawabku singkat. Memang luar biasa kuota isi perut do’i.
Kami lanjut berkeliling ke area kuliner. Terdapat sebuah menara setengah jadi yang terbuat dari semen dan batu, besi yang sudah berkarat sebagai tangga dan pegangan pada puncak menara. Kami tertarik untuk mencoba naik keatas menara.
Dari atas menara kami bisa melihat seluruh area wisata kuliner dan hamparan kebun teh beserta aktivitas pengunjung.
Harus berhati-hati saat naik dan turun dari menara ini. Selain karena sudah karatan, lebar pijakan tangga kurang lebih hanya tiga centimeter. Bisa dibayangkan ya, betapa mengerikannya saat kita naik dan turun hanya bertumpu pada sebatang besi tipis.
Puas menikmati pemandangan dengan angin yang berhembus kencang, kami memutuskan untuk pulang. Sepanjang jalan menuju parkiran, pemandangan hijau seolah-olah tak pernah berhenti memamerkan keindahannya. Tak ingin melewatkan moment, kami mengabadikannya untuk terakhir kali.
Travelling menggunakan motor merupakan cara hemat untuk bepergian. Menikmati suasana hijau nan sejuk terasa sangat menyenangkan jika ditemani oleh orang-orang tersayang. Ah.. Aku sangat bersyukur.
Bismillaakhirrokhmaanirrokhiim. Kami pulang ke Surabaya.
mantap tipa traveling hematnya, cek barang bawaan penting bgt supaya ga ada yg tertinggal
BalasHapus