Kota Karawang. Tak banyak yang tahu mengenai wisata di kota ini. Bahkan penduduk asli maupun pendatang yang lama tinggal disini (yang sebenarnya merupakan penduduk pindahan dari Jakarta) banyak yang tidak tahu apa saja destinasi wisata yang terletak disini.
Aku beruntung memilih kota ini sebagai tempat PKL (Praktek Kerja Lapang). Karena tempat budidaya masih asri dan hanya rusak akibat bencana alam saja (bukan campur tangan manusia).
Selama satu bulan aku dan teman-teman Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya menjalani PKL di Karawang. Dan sempat mengunjungi beberapa tempat khusus. Yuk ikut yuk!
Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang
Sempat kebingungan lantaran kami ditipu oleh supir bemo carteran, dan kami diturunkan di tengah jalan (dan berjarak kurang lebih 5 km dari balai). Kami pasrah karena sudah tak ada tenaga alias capek. Kami makan di warung nasi padang. Beruntungnya kami, ditolong oleh bapak pemilik warung dan diantarkan hingga balai yang dituju dengan motor. Alhamdulillah... Walaupun baru sampai kemudian disambut dengan penipuan, kami bersyukur setelahnya kami ditolong orang. Subhanallah..
Ini dia BPBAPL Karawang, terletak di Pantai Utara desa Pusakajaya Utara, Sungai Buntu, Kecamatan Cilebar, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Destinasi utama kami untuk menuntut ilmu.
Namanya juga balai ikan air payau dan laut, semua air adalah air payau dan air asin (bersalinitas diatas 0 ppm) jadi termasuk air untuk mandi itu bersalinitas 3-5 promil [karena telah dicampur dengan air tawar dari sumur bor]. Hmmm...
Langsung terjun ke tambak nya. Ini gambar tambak yg naudzubillah gede nya. Luas keseluruhan tambak yang dimiliki BPBAPL Karawang ini sekitar 27,8 hektar. Foto dibawah, aku bersama partner dari UNILA (namanya Ridho) yang sama-sama mengambil tema Rumput Laut.
Selain tambak yang terhampar luas, disini juga terdapat pemandangan laut dan pemandangan matahari terbit dan matahari tenggelam (keberuntungan kami: kamar tidur cewek menghadap laut). Jam 4 pagi matahari uda "nyentrong" masuk kamar. Dan jam 5 sore matahari mulai redup meninggalkan warna mega nan cantik.
Laut sedang surut
Keramahan warga Sunda disini membuat aku nyaman dan betah tinggal. Semuanya orang baik. Tidak pernah jahat pada kami, kalau iseng sih sering hahaha.
Pimpinan dan staf BPBAPL Karawang + tim UNAIR, UNILA dan UNDIP
Pak Aji dan Pak Roni + Tim UNAIR (Via, Lisa, Mega dan Reza)
Pak Aji + Tim UNAIR + Tim UNILA (Nana, Rina, Eni, Indah dan Ridho)
Pak Aji + Tim UNAIR + Tim UNDIP (Pepenk dan Mas Adit)
Ketika anak tambak makan ikan bakar bersama
Dan yang paling bikin aku betah adalah suasana agamanya yang kental. Setiap hari Jum'at (sebelum sholat Jum'at) selalu diadakan pengajian rutin yang dihadiri oleh jajaran pimpinan balai dan staf, bertempat di aula pertemuan balai. Setiap malam selalu rutin diadakan sholat maghrib berjamaah dan pengajian yang dihadiri oleh anak-anak yang tinggal disekitar balai, bertempat di masjid balai.
Oh sungguh membuat rindu..
Tirta Jaya
Adalah kawasan dari sebuah perkumpulan kelompok petani rumput laut (bernama Agar Makmur) yang di bawahi oleh Bapak Yusuf Supriyatna. Letak tambaknya berada didekat pantai utara Karawang yang berbatasan dengan Bekasi.
Kunjungan Hari Pertama (dengan kapal)
Pada kunjungan pertama kami menggunakan kapal sewaan, untuk sampai ke lokasi kami harus melewati hutan mangrove yang luar biasa indah dan tertata. Hutan mangrove ini dibawah lindungan Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat. Sayangnya kami tidak sampai ke tambak karena air laut sedang surut. Kapal yang kami naiki terhenti tepat di pertengahan jalan, masih setengah perjalanan lagi untuk sampai ke lokasi (padahal sudah hampir dua jam kami naik kapal). Hmmm... Akhirnya Pak Supriyatna berkata, "tidak apa.. anggap saja wisata air".
Kunjungan Kedua (Harvest Time)
Kunjungan kedua, kami menggunakan motor dari rumah bapak Supriyatna menuju ke lokasi. Sepanjang perjalanan, kami melewati jalanan yang menakutkan, tidak rata, off road banget melewati pematang tambak. Benar-benar perjuangan untuk Ridho yang kali pertama mengendarai motor dengan medan seperti itu.
Alhamdulillah sampai di lokasi dengan selamat. Alhamdulillah melihat rumput laut jenis Gracilaria sp. begitu melimpah. Rumput laut ini dipersiapkan sebagian untuk pembeli dan sebagian lagi untuk ditanam kembali di balai.
Kunjungan ketiga, kami menggunakan mobil milik balai untuk mengangkut 5 karung glangsing rumput laut. Ridho yang jadi supirnya hehe. Karena besok adalah hari libur, kami memutuskan setelah kunjungan ketiga ini kami jalan-jalan dibeberapa destinasi wisata di sekitar Karawang. Dipandu oleh pak Cepi yang kebetulan saat itu mengantar mas Adit UNILA mengambil sampel udang, kami janjian disebuah jalan. Yuhuu kami diantar berwisata historical kota Karawang : Candi Jiwa dan Candi Blandongan.
Candi Jiwa
Namanya unik yaa~ Dinamai candi Jiwa karena di anggap memiliki jiwa (ruh). Menurut kepercayaan warga setempat, candi ini dihuni oleh dewa Syiwa dan dibuktikan dengan setiap kambing yang diikat diatasnya, kambing tersebut langsung terkapar tak bernyawa (alias mati mendadak - wallahu a'lam)
Ini adalah bagian situs percandian, sisa-sisa dari kerajaan Tarumanegara. Ditemukan pada tahun 1984 oleh petani setempat. Tepatnya di Desa Segaran, Kecamatan Batu Jaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Selamat datang, kita diwajibkan registrasi terlebih dahulu
Ini dia "Candi Jiwa"
(Dari kiri: Pak Cepi, aku, Pak Roni, Via, Mega, Pepenk dan Maz Adit)
Candi Blandongan
Ga jauh dari Candi Jiwa, terdapat Candi Blandongan. Namanya juga ga kalah unik dari candi Jiwa (malah terkesan tradisional banget). Sebenarnya candi ini tidak digenangi air. Tetapi, cuaca pada hari dimana kami berkunjung sedang hujan (terkesan badai malah), jadi dataran di sekeliling candi yang merupakan lembah, menjadi tergenang air, sementara bukit yang kami duduki tidak basah sama sekali.
Ini Candi Blandongan (dikelilingi air)
Rengasdengklok
Karena keterbatasan waktu di hari-hari terakhir kami PKL, dan tugas yang diberikan masing-masing teknisi tambak juga semakin banyak, maka yang berangkat menuju wisata berikutnya adalah aku dan Mas Santo (teknisi tambak spesifik kualitas air dari BPPT Lampung).
Sebenarnya ini tak direncanakan, terkait dengan deadline pembayaran SPP perkuliahan, aku nebeng mas Santo untuk ke bank di kota (Rengasdengklok). Beliau juga ada keperluan di kota. Setelah semua urusan masing-masing beres, mas Santo menawarkan berkunjung ketempat Presiden 1 RI dan Wapres 1 RI diculik oleh pemuda Indonesia dan didesak untuk mendeklarasikan kemerdekaan. Gak mungkin duonk nolak, aku kok xixixii, tapi lucunya kenapa aku yg diajak eksklusif, kenapa kug ga yg lainnya ha ha xD. Akhirnya hari itu juga kami ketempat tersebut dengan nekat karena sama-sama belum tau tempatnya.
Setelah mengikuti arahan penduduk, kami menuju Lapangan dimana tempat rakyat Indonesia berkumpul menunggu pidato kemerdekaan dari Pak Karno.
Tugu penuh dengan coretan tangan anak setan *emotikon geram*
Begitu miris hatiku melihat pemandangan yang diluar dugaan ini, tugu dan tiang yang kotor, sampah berserakan dimana-mana, prasasti yang jelek akibat coretan pilog tangan jahil. Lantas siapa yang harus disalahkan? Lantas siapa yang mau memugar tempat ini? Apakah pemerintah hanya diam saja? Duh duuuh..
Foto makam pahlawan di dekat lapangan
Sempat kami tersasar dan putar balik hingga 3x hehe. Dengan bermodalkan ingatan lamanya, mas Santo nekat terus menjalankan motornya. Akhirnya beliau menyerah dan aku yang bertanya pada warga sekitar.
Nama gangnya Jalan Sejarah
Dan hfuallah, ini dia rumah dimana Pak Karno dan Bung Hatta diculik oleh Chaerul Saleh, Sukarni, Wikana dan rekan-rekan pemuda, dan diminta untuk segera mendeklarasikan kemerdekaan.
Rumah sederhana yang terletak di Jalan Sejarah ini begitu sederhana dan sangat khas akan tradisionalnya. Sekarang rumah ini menjadi milik cucu dari sang punya rumah dulu (saat terjadi penculikan). Ternyata sang kakek dari kakek ini adalah keturunan Tionghoa (lho sama seperti kakekku dunk kek xixixii)..
Menurut cerita si kakek, semula rumah ini berada dipinggir sungai Citarum, namun pada tahun 1957 rumah dipindahkan ke daerah ini karena tiap tahunnya debit air sungai Citarum terus meluap dan menyebabkan rumah selalu terendam banjir ketika musim hujan. Walaupun telah dipindahkan, bagian rumah dan bilik tempat pak Karno dan bung Hatta singgah tetap terjaga keasliannya dan masih sama.
Kamar pak Karno berada di sebelah kanan setelah pintu masuk (tirai putih-foto atas). Sementara kamar pak Hatta berada di sebelah kiri setelah pintu masuk (tirai kuning-foto bawah). Saat aku masuk untuk melihat kamar-kamar yang menurut cerita sang kakek belum pernah di tidurin oleh bapak-bapak paling bersejarah itu, terasa sedikit hening dan mencekam. Ah mungkin hanya perasaanku saja.
Si kakek bercerita kembali jika ranjang tempat bung Hatta beristirahat masih sama dan asli namun untuk ranjang asli milik pak Karno tidak, karena yang asli telah dibawa ke musium di Bandung.
Setelah mengisi buku tamu di ruang tengah, kami berpamitan. Berikut foto ruang tengahnya.
~
Selama 40 hari aku tinggal di kota orang. Ini adalah pertama kalinya tinggal dengan waktu yang lama di kota terjauh. Aku mendapat ilmu, pengalaman dan pengetahuan selama berada disana. Menyenangkan sekali berkenalan dengan teman-teman dari UNILA (Rina, Eni, Nana, Indah dan Ridho); UNDIP (Mas Adit dan Pepenk); Pak Aji; Pak Cepi; Pak Roni; Pak Supriyatna; Mas Santo; Pak Acip; Pak Warta; semua keluarga besar BPBAPL yang aku ga mampu menyebutkan namanya satu persatu dan para tetangga balai, uwh banyaknya..
Halo ka boleh minta contact personnya? Mau menanyakan terkait pkl disana
BalasHapus