Hai pecinta mangrove! Salam kenal..
Ga banyak pecinta mangrove yang gemar menulis dan bercerita di blog mengenai semua kegiatannya. Iya ga sih? Iya juga sih, kita kan anak alam, lebih suka nyemplung lumpur kemudian ber-medsos ria untuk menunjukkan pada orang-orang secara singkat bentuk kegiatan kita. Ga ada waktu untuk nulis, apalagi kalau uda kegiatan seharian. Kegiatannya sehari persiapannya berminggu-minggu. Halah lebay.
Nah, kini aku lumayan punya waktu luang untuk sedikit share kegiatan Mangrove dengan sedikit edukasi *senyumlebar*. Yuk nostalgia!
Rupanya, pertama kali aku mengenal mangrove bukan karena ikut bergabung dengan Poktan Mangrove Wonorejo Rungkut Surabaya. Melainkan mengenalnya dalam perkuliahan. Menjadi penanggung jawab mata kuliah Biologi Laut dari pihak mahasiswa, membuatku harus selangkah lebih maju dari teman-teman. Mangrove adalah bab bahasan yang paling menarik kedua (bagiku) setelah Rumput Laut.
Ceritanya berawal di tahun 2010 ketika salah satu dosen "favorit" -dulu-sekarang ga lagi- mengajak ke hutan mangrove di Wonorejo Rungkut dalam rangka praktikum lapang dadakan. Padahal baru kemarin kami pulang dari praktikum lapang di Blitar dan Lamongan. Belum bikin laporan sudah digempur dengan praktikum lapang dihari berikutnya. Benar-benar penghabisan. Tapiii nyenengin buanget siih, karena sekalian wisata gitu hehe (wisatanya ya di area praktikum lapang). Kala itu Ekowisata Mangrove Wonorejo tidak seramai sekarang dan tidak ada rentetan perumahan-perumahan yang memakai brand spesies mangrove. Benar-benar sebuah hutan Mangrove yang asri dan sejuk.
Perjalanan dimulai dari rumah bapak Soni Mohson, ketua Poktan Mangrove Wonorejo. Dipimpin oleh dosen, kami berjalan menuju arah Timur sepanjang hampir 500 meter. Jalannya pun tidak lurus mempeng ya, tapi meliuk-liuk mengikuti track yang dibuat oleh warga sebelumnya. Kami diharuskan berjalan kaki diatas lumpur. Karena dadakan, kami tidak punya persiapan. Banyak teman-teman yang mengeluh karena ini. Disitulah aku merasa sedih.
Menebas ilalang yang tinggi, melompati batu kerikil yang kokoh, melintasi lumpur dan tanah becek. Kami berbaris rapi mengikuti pak dosen. Sayangnya, selama perjalanan ini tak satupun dari kami yang mengabadikan gambar. Jelas karena masing-masing riweh sama diri dan barang bawaan.
Barulah aku sempat mengeluarkan kamera ponsel saat sampai di lokasi. Setelah pembagian wilayah observasi sesuai dengan kelompok, kami menjelajah disekitar untuk mencari biota mangrove, mengambil sampel lumpur mangrove dalam dan mempelajari perbedaan spesies mangrove. Simpel mengambilnya, rempong menganalisisnya. Waktu yang diberikan oleh bapak dosen tercinta pada kami hanya setengah jam.
Area observasi kelompok aku
Matahari mulai meninggi, arah mata angin pun jadi ga jelas. Mana utara mana selatan. Yang tau cuma Pak Soni dan anggota poktan.
Butuh perjuangan dan harus berhati-hati ketika mengambil sampel sedimen lumpur dalam karena tepat dibelakang area mangrove terdapat aliran sungai lumpur, habitat dari cacing dan lintah. Ga jarang teman-teman yang jijik, berteriak histeris ketika lintah dan cacing menggeliat di bajunya. Seketika hutan mangrove jadi gaduh :))
Setelah selesai mengambil sampel, kami bergegas mengikuti anggota poktan menuju destinasi berikutnya.
Dibalik hutan mangrove terdapat sungai dan pemandangan yang luar biasa indahnya. Sungainya tidak jernih karena endapan lumpur mangrove, tapi dirasa cukup bagus karena tak ada sampah plastik disini. Sayangnya aku ga sempat mengabadikan pemandangannya...hiks. Aku masih berkutat dengan analisis dari observasi tadi. Agar ketika pulang nanti hasil laporannya bisa langsung dikumpulkan dan bisa segera pulang. Ndang mari ndang wess.
Jalan kembali lebih mudah dibanding jalan perginya. Tiba-tiba uda nyampe aja di belakang rumah pak Soni.
Benar-benar sempurna dan menakjubkan ciptaan Allah ini. Selain pertama kali belajar mengenal Mangrove langsung di lapangan, aku juga belajar mengagumi dan bersyukur karena melihat keindahan hari ini.
Guys, mangrove itu penting lho untuk daratan kita. Penting banget malah. Jika tidak ada mangrove yang menahan ombak dan abrasi air laut, daratan kita bisa menyusut setiap saat. Sementara manusianya justru makin bertambah. Bumi kita yang semakin panas mengakibatkan cepatnya es mencair di kedua kutub dan volume air laut semakin bertambah. Jika kita tidak menjaga mangrove, daratan tempat tinggal kita akan tenggelam.
Ayoklah, sadar wahai penebang liar. Jika mangrove hilang, daratan hilang, uang kalian tak lagi berguna.
Tidak ada komentar
Posting Komentar
Segitu dulu cerita kali ini. Terima kasih temans membaca artikel ini sampai akhir. Semoga bermanfaat.
Saya sangat ingin mendengar komentar temans setelah membaca. Silahkan, temans bebas berkomentar apa saja namun harap tetap menjaga kesopanan.
Sayang sekali komentar dengan subjek Anonymous akan terhapus otomatis, jadi mohon kesediaannya untuk memberi nama asli ya.
Terima kasih ^^.
Love, Lisa.