Tempo hari saya mendapat kabar jika masyarakat salah satu kota di Madura berkeinginan untuk membuat provinsi Madura dan bermaksud agar Madura terpisah dengan provinsi Jawa Timur. Hal ini tak lagi menjadi sebuah desas desus atau kabar angin lagi, melainkan nampaknya 'akan' menjadi sebuah kenyataan lantaran telah dibentuk kepanitiaan bernama P4M (Panitia Persiapan Pembentukan Provinsi Madura) dan sebuah posko yang berlokasi di kota Sumenep.
Lantas saya bertanya-tanya : Apakah ada masalah yang tidak bisa diselesaikan antara Madura (khususnya kota Sumenep) dengan kota Surabaya? Jika pulau Madura membentuk sebuah provinsi, maka otomatis dari otonomi daerah, pasokan listrik, perdagangan dsb dari kota-kota di Madura sudah mampu mandiri dan terlepas dari Surabaya dan Jawa Timur, telah berjalan berapa persen kah kemandirian tersebut?
Tiba-tiba terlintas dibenak saya tentang perjalanan ke sebuah pulau dimana mayoritas penduduknya berbahasa Madura, hingga sekarang saya tidak tau apa nama pulau itu. Mungkin beberapa teman yang membaca bisa memberi tahu jawabannya setelah saya menjabarkan tentang perjalanan ini :)
***
Perjalanan dimulai pagi hari dari kampus menuju tempat praktikum lapang diluar kota Surabaya. Matahari menyoroti bus kami membuat kami tertidur selama perjalanan, tak terkecuali saya. Saya yang biasanya selalu 'melek' ketika dalam perjalanan jauh, kini ikut merasakan hawa kantuk yang ditularkan teman-teman. Mungkin faktor AC yang mendinginkan isi bus juga ikut menambah rasa kantuk.
Bebo family
Ketika saya membuka mata, bis memasuki sebuah kawasan. Bis meliak-meliuk dengan lihai melewati gang sempit yang hanya muat dengan ukuran 1 bis dan 1 becak. Beberapa mobil dari arah berlawanan terpaksa berhenti untuk memberi jalan kami. Sebuah tulisan yang saya lihat di papan plang seolah-oleh memberi tahu, kami telah berada di kota Probolinggo.
Tak lama kemudian bis berhenti tepat di samping lapangan luas. Didepan kami atau sebelah utara terdapat laut lepas yang dibatasi oleh sebuah tembok mini, dan dibelakang kami terdapat sebuah pabrik yang terus-terusan mengepulkan asap hitam. Kami keluar dari bis sambil menurunkan barang dan peralatan untuk praktikum.
Tidak adanya kertas rundown acara membuat kami buta akan tempat dan kemana tujuan selanjutnya. Ini adalah praktikum pertama kami yang 'murni' mengikuti langkah kaki beberapa dosen.
Sambil menunggu barang dan peralatan diturunkan oleh teman-teman laki-laki (karena berat dan banyak), beberapa teman perempuan berfoto-foto. Sementara saya asyik melihat dan mengamati daerah sekitar, aktivitas masyarakat setempat dan beberapa kendaraan yang lalu lalang membawa berbagai jenis hasil tangkapan ikan. Saking asyiknya mengamati, saya lupa tidak mengambil gambar mereka. Mereka itu teman-teman yang asyik berfoto? Bukan. Mereka itu adalah masyarakat yang sibuk dengan pekerjaannya. Pekerjaan yang berbau perikanan dan kelautan.
Asap hitam dari pabrik
Tak lama, perhatianku beralih ke aktivitas dosen-dosen. Beliau membagi kelompok agar cukup dengan kapal yang tersedia. Jadi, kita akan menyebrang? Lanjut...
Butuh waktu untuk memindahkan barang dan peralatan serta teman-teman yang sedikit 'rempong' untuk naik ke atas kapal. Mungkin karena ini adalah praktikum lapang pertama kami, jadi kebanyakan dari teman-teman yang masih belum bisa beradaptasi.
Wajah kami kala itu
Pemandangan yang kami lihat hanyalah birunya air laut. Angin pada saat itu sedang kencang-kencangnya berlari. Dan sekitar 20 menit kemudian akhirnya kami melihat sebuah pulau cantik dengan paduan warna putih crem pada pasir, birunya air laut dan hijaunya dedaunan.
Kapal mulai berbelok dan bermanuver melawan angin untuk mendekati pulau. Rupanya angin sedang tidak bersahabat dengan kami, membuat pengemudi kapal berbelok terlampau jauh. Namun dengan keahlian yang tidak diragukan lagi, pengemudi berhasil membuat kapalnya mendekati dan bersandar pada pulau nan cantik itu.
Kami turun setelah pengemudi dan mas asisten dosen mendorong kapal tepat ke tepi pantai yang penuh dengan pasir. Saya tidak sempat melihat pemandangan karena kami diminta untuk segera menuju pemukiman warga tempat kami akan bermalam. Teman-teman perempuan tidur di salah satu rumah warga yang paling besar. Sementara teman-teman laki-laki tidur di dua tempat, sebagian salah satu rumah warga yang kecil dan sisanya bersama dengan dosen dan asisten dosen tidur di rumah warga yang letaknya agak jauh.
Setelah sambutan dari PJMK Oceanografi, bapak Shofi, kami dipersilahkan untuk makan siang kemudian bersiap untuk memulai praktikum lapang agar sebelum maghrib kegiatan telah selesai. Kertas praktikum pun langsung dibagikan oleh mas Rendy dan mas Akhsan selaku asisten dosen.
Dan, praktikum dimulai.
Kami dibagi menjadi beberapa kelompok dan beberapa tempat sesuai dengan kesepakatan ketika di kampus. Kami diwajibkan untuk mengukur ketinggian selisih pasang surut air laut selama kurun waktu tertentu dan mengukur berapa ketinggian gelombang saat itu. Itu berarti kami harus pergi ketengah laut dengan jarak yang ditentukan pak Shofi untuk memancangkan tiang serta memasang tali dan bola. Beberapa teman memilih untuk menunggu barang-barang. Saya memilih untuk ikut terjun ke lapangan. Yuhuuu~
Yang paling susah adalah memancangkan tiang karena harus beradu dengan ombak dan angin. Sementara pijakan tempat kelompok kami sangat tidak mendukung berdirinya tiang secara mandiri (tidak dipegangi). Mas Rendy dan Mas Akhsan membantu sebisa mungkin, bahkan pak Shofi ikut membantu. Sayangnya tiang tidak segera berdiri tegak.
Pak Shofi (tengah) dan Mas Rendy (kaos hitam dibelakang pak Shofi). Berpose dan bercanda dulu karena mata masih pedih akibat air laut. Pak Shofi kok ngeliatin saya sampai sebegitunya ha ha
Saking gemas dan ingin cepat selesai, saya dan Via ikut menyelam kedalam bersama pak Shofi dan Mas Rendy, sementara yang lain menepi karena menyerah. Menggali tanah pijakan yang berupa pasir dan bebatuan dengan mata terbuka sangat sangat susah sekali. Walau terlihat tidak ada ombak, rupanya tekanan air dari dasar laut sangat besar, ditambah lagi salinitas air yang tinggi dan ceceran oli/solar dari kapal benar-benar membuat mata pedih dan panas. Benar-benar butuh perjuangan untuk mengumpulkan data yang akurat.
Setelah data dan nilai yang diinginkan terkumpul, kami bersantai disini. Beberapa peralatan dan kertas dibawa menuju basecamp oleh teman-teman yang tidak ingin bajunya basah. Rupanya handphone saya ikut terbawa sehingga tidak bisa mengabadikan moment ini. Tekanan dan salinitas air laut yang tinggi membuat badan kami mengapung diatas air. Kami meregangkan badan dan telentang sembari menikmati matahari yang akan tenggelam. Nyaman sekali. Kalau saja tidak ingat bahwa adat disini mewajibkan remaja harus masuk rumah sebelum Maghrib, mungkin kami akan terus telentang dan menghabiskan waktu hingga matahari tenggelam disini.
Super woman - rela berbasah-basahan untuk meneliti keakuratan data praktikum
Keesokan paginya, saya dan beberapa teman dekat jalan-jalan disekitar menikmati matahari terbit. Sangat-sangat menyenangkan. Sinar matahari yang belum nampak, warna langit keunguan dan warna laut kebiruan. Air yang jernih -- berbeda dengan air di lokasi praktikum kemarin -- membuat dasar laut terlihat : dasar pasir yang putih, terumbu karang yang terlihat kokoh, berbagai aktivitas ikan hias, kepiting dan udang yang memiliki tubuh kecil serta beberapa besi besar yang mungkin sengaja dibiarkan disitu.
Terumbu karang dan ikan-ikan kecil
Menwa 2, Pramuka 1, Pramuka 2 (julukan untuk kami dari bapak Amin - wakil dekan I FPK UA periode 2009-2014)
Hawa disini sangat sangat dingin. Padahal tidak ada gunung atau bukit disini. Mungkin karena ada banyak angin yang lewat ya.
Captured by Mega a.k.a Pramuka 1
Penduduk disini mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan dan beraktivitas menjual hasil tangkapannya di kota Probolinggo. Tamu-tamu yang datang menjadi sumber pendapatan tersendiri untuk penduduk yang berjualan.
Keheningan di pagi hari, captured by me :)
Ketika matahari mulai meninggi, pak Shofi datang ke basecamp kami dan berencana mengulang kembali praktikum kemarin. Whhaaattt???! Kami beranjak dan bergegas dengan tidak ikhlas setelah menghabiskan sarapan yang disediakan oleh ibu-ibu sekitar. Walau rasa makanannya enak sekali, setelah mendengar rencana pak Shofi, kami serentak tidak selera.
Kami dengan perlengkapan seadanya pasrah ketika nanti akan kembali basah karena harus menyelam lagi. Sementara pakaian saya yang bersih hanya yang melekat dibadan hiks. Kami mengikuti langkah kaki pak Shofi yang demikian cepat berjalan. Ke utara kemudian ke selatan lalu ke barat dan terakhir ke timur. Maksudnya apa coba berjalan dari ujung ke ujung? Walau tidak seberapa jauh menjelajah, tapi aneh juga kita mondar mandir melewati rumah-rumah warga sambil membawa peralatan perang ala anak perikanan kelautan, berjalan dan diikuti oleh banyak kambing yang sengaja dibiarkan lepas.
Kemudian kami berhenti di ujung timur pulau. Pemandangan yang berbeda dengan pemandangan di lokasi-lokasi sebelumnya. Disini terdapat kumpulan pohon dan batu-batuan besar. Di sebelah barat lokasi kumpulan pepohonan terdapat sebuah makam dan sebuah goa. Lagi-lagi saya tak memperhatikan makam siapa itu dan apa nama goa itu karena terlalu fokus dengan langkah kaki pak Shofi.
Seketika saya ngeh, ketika seorang wanita paruh baya mendekati Bu Sri (dekan FPK UA periode 2009-2014) serta ibu dosen yang lain untuk menjajakan terumbu karang yang berbentuk mirip porifera dan warnanya putih bersih mirip terumbu karang yang telah ter-bleaching oleh anemon dan bintang laut. Terumbu karang yang cantik dan unik menarik perhatian para dosen untuk membeli tetapi masih ragu seandainya nanti tertangkap oleh petugas karena kedapatan membawa terumbu karang yang seharusnya dilestarikan-bukan diambil dan dijadikan hiasan dirumah. Saya memalingkan muka dan tersadar bahwa ternyata pak Shofi berniat untuk mengajak kami jalan-jalan menyusuri pulau ini dan menemui berbagai keindahan disini. Saya dan teman-teman tak melewatkan kesempatan mengabadikan momen ini dengan kamera ponsel masing-masing dan sejenak lupa akan keletihan akibat mondar-mandir.
Berpose melihat matahari terbit
Setelah kami asyik berfoto, kami segera kembali ke basecamp dan bersiap-siap pulang ke Surabaya.
***
Karena pikiran saya saat itu hanya terkonsentrasi pada praktikum mata kuliah Oceanografi, tidak berfikir apa nama tempat itu dan dimana letak lokasinya, jadi sampai sekarang pun saya tidak tahu menahu mengenai pulau ini. Yang saya ingat, saya dan teman-teman menyebutnya pulau Gili. Padahal nama 'Gili' sendiri memiliki arti 'pulau' ya hehe.
Sempat saya melihat tayangan di televisi tentang pulau ini, dan ketika itu saya hanya melihat bagian akhir tayangan yang menceriterakan tentang goa kucing dan sebuah makam. Pemandangannya persis dengan pulau yang saya kunjungi waktu itu.
Kemudian saya melakukan pencarian dengan bantuan google. Dan setelah beberapa lama melakukan pencarian dengan lebih dari tujuh keysearch-keywords saya enter, saya menyimpulkan bahwa pulau itu adalah Gili Ketapang yang lokasinya sekitar 8 km utara kota Probolinggo. Dari Probolinggo tepatnya pelabuhan Tanjung Tembaga, kita dapat menumpang di kapal nelayan menuju pulau Gili Ketapang. Waktu yang ditempuh dari Tanjung Tembaga menuju pulau Gili Ketapang adalah kurang lebih 30 menit.
Tapi apakah kesimpulan saya ini benar?
Keren, paraktikum sambil jalan jalan, ehh kenapa gak sekalian nak Jetsky, . . .
BalasHapusGa ada penyewaan jet sky disitu mas 😂
HapusIni kali pertama kunjungan mas Eko ya, terima kasih.. Nanti berkunjung lagi ya ^^