Ini adalah laporan yang saya tulis pada tahun 2013. Merupakan penelitian yang saya lanjutkan dari penelitian Indah Pratiwi. Tetapi, penelitian ini tidak bisa dilanjutkan karena suatu alasan. Berharap suatu saat saya dapat merampungkannya dengan atau tidak ada penambahan pada variabel, atau dengan perubahan metode.
~O~
Indonesia memiliki
kesempatan untuk menjadi penghasil produk perikanan terbesar dunia. Salah satunya adalah pembudidayaan udang. Budidaya
udang memberikan kontribusi yang besar bagi produksi sektor perikanan Indonesia. Ekspor produksi udang Indonesia
pernah mencapai 50% dari seluruh ekspor perikanan pada tahun 2002 dan menempati urutan lima besar dalam komoditas ekspor non
migas.
Budidaya udang windu (Penaeus
monodon) di Indonesia telah dilakukan sejak tahun 70-an dan sampai sekarang
masih merupakan salah satu kegiatan perikanan yang cukup potensial. Puncak perkembangan
usaha budidaya udang windu terjadi pada awal tahun 90-an dan pada periode
tersebut peningkatan usaha budidaya udang windu bukan hanya melalui
intensifikasi, tetapi juga pembukaan areal hutan bakau menjadi lahan
pertambakan. Konsekuensi dari peningkatan usaha budidaya udang tersebut adalah
kualitas lingkungan menurun yang menyebabkan timbul berbagai serangan penyakit
udang.
Penurunan kualitas lingkungan sebagai akibat
dari intensifikasi budidaya udang menyebabkan air laut terkontaminasi oleh
berbagai mikroba berbahaya bagi udang. Salah satu mikroba berbahaya tersebut
adalah bakteri Vibrio sp., penyebab penyakit vibriosis yang dapat
menyebabkan kematian masal pada udang budidaya. Vibrio harveyi merupakan patogen dan
penyebab utama penyakit vibriosis. V. harveyi
bersifat patogen oportunistik yaitu organisme
yang dalam keadaan normal ada dalam lingkungan pemeliharaan dan berkembang dari
sifat saprofitik menjadi patogenik apabila kondisi lingkungan dan inang
memburuk. Terjadinya kematian udang akibat serangan bakteri Vibrio
ini membuat para petani tambak udang mengalami kerugian yang besar. Potensi
penyebaran Vibrio yang demikian besar hendaknya segera diatasi dengan
melakukan
berbagai upaya penanggulangan.
Upaya yang sering dilakukan oleh petambak untuk
mengendalikan penyakit vibriosis adalah dengan menambahkan senyawa
antimikrobial pada pakan atau langsung pada air. Akan tetapi pemakaian dalam
jumlah besar dapat mengakibatkan resistensi bakteri patogen sehingga
penggunaaan antibiotik untuk mengontrol mikroba patogen tidak dianjurkan. Selain itu, penggunaan
antibiotik mengakibatkan penumpukan residu antibiotik pada daging ikan dan
udang dan pencemaran lingkungan. Saat ini telah banyak dikembangkan metode lain yang
diharapkan lebih aman dan efektif salah satunya adalah dengan penggunaan
bakteri probiotik sebagai agen biokontrol. Penggunaan biokontrol merupakan prospek yang
menjanjikan karena lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Penggunaan probiotik
(bakteri yang menguntungkan) untuk membunuh patogen dengan proses kompetisi
lebih baik daripada menggunakan antibiotik, penggunaan probiotik dari bakteri
yang menguntungkan dapat diterima sebagai kontrol patogen dalam akuakultur.
Salah satu karakteristik
mikroorganisme sebagai agen biokontrol yang efektif adalah memproduksi
antibiotik sebagai zat antagonis untuk melawan mikroorganisme patogen. Bakteri sebagai agen
biokontrol yang pernah dilaporkan adalah Agrobacterium,
Pseudomonas, Bacillus, Alcaligenes, Streptomyces.
Mangrove
adalah suatu lingkungan ekologi yang unik sebagai tempat berkembangnya komunitas bakteri. Sebagai ekosistem pasang
surut daerah tropis mendukung beragam bakteri hidup dan melakukan aktivitas yang
mengakibatkan produktivitas yang tinggi. Berbagai kelompok
bakteri memainkan peranan dalam ekosistem mangrove, salah satunya adalah
menghasilkan antibiotik.
Dari hasil penelitian Indah Pratiwi dalam mengeksplorasi bakteri yang diharapkan menjadi kandidat probiotik, diperoleh bahwa bakteri dari genus Bacillus mendominasi di tiap titik lokasi pengambilan sampel. Hal ini karena genus
Bacillus memiliki karakteristik dapat hidup dalam tanah, toleransi
terhadap suhu yang tinggi, laju pertumbuhan tinggi, memiliki formasi spora yang
resisten, dan aman digunakan sebagai agen biokontrol berdasarkan beberapa
penelitian. Dengan kata lain, potensi dari genus Bacillus sebagai agen biokontrol sangat tinggi. Selain itu, bakteri genus Bacillus sangat tepat digunakan
sebagai probiotik karena tidak menghasilkan toksin, mudah
ditumbuhkan, tidak memerlukan substrat yang mahal, mampu bertahan pada temperatur tinggi, dan tidak ada hasil
samping metabolik.
~O~
Hutan mangrove sangat berpotensi dan bermanfaat. Dimulai dari buah, daun bahkan substrat lumpur tempat mereka hidup berkelompok pun juga bermanfaat. Sangat disayangkan jika manfaat ini tidak di eksplorasi. Lebih disayangkan lagi jika beberapa kelompok manusia menebang batang dan pohon tanpa adanya penanaman dan penghidupan kembali hutan mangrove.
Jika saja ada dukungan penuh dari swasta maupun pemerintah untuk mengeksplorasi hutan mangrove tanpa menebang batang dan pohonnya, saya yakin, Indonesia akan menjadi bangsa yang kaya akan hasil pengetahuan. Tidak merugikan alam, tidak merugikan warga sekitar hutan mangrove serta tidak akan merugikan kawasan pesisir pantai.
Sebagai contoh, mengeksplorasi bakteri dari lumpur mangrove yang digunakan sebagai antagonis bakteri penyebab penyakit dan kematian pada hewan budidaya air baik ikan maupun non ikan. Diujikan skala laboratorium (in vitro) dan skala lapangan (in vivo). Diberdayakan dan dikomersilkan sebagai sebuah solusi mengatasi penyakit pada hewan budidaya kepada para nelayan tambak. Sehingga hasil budidaya yang diperoleh mencapai maksimal nilai jual. Hal ini akan mendatangkan keuntungan dan menambah devisa negara jika hasil budidaya berhasil memasuki negara asing. Siapa yang untung? Indonesia dan masyarakatnya. Siapa yang rugi? Tidak ada.
Contoh kedua, memanfaatkan buah dan daun dari tanaman mangrove baik untuk diolah kembali menjadi produk pangan maupun obat-obatan. Pemasukan didapat dari hasil pengolahan buah dan daun. Pengolahan membutuhkan tenaga kerja manusia sehingga berkuranglah pengangguran akibat PHK besar-besaran. Jika produk hasil olahan buah mampu mencapai maksimal pemasaran dalam negeri dan bahkan bisa di jual ke negara asing, maka keuntungan dan devisa negara ikut meningkat. Siapa yang untung? Indonesia dan masyarakatnya. Siapa yang rugi? Tidak ada.
Jika ada oknum yang menebang batang dan pohon mangrove, dan lahan konservasi mangrove ini dijadikan sebagai perumahan, sementara batang mangrove entah dijual atau diolah. Kemudian terjadi bencana alam didaerah pesisir pantai. Siapa yang untung? Development dan pemilik usaha. Siapa yang rugi? Masyarakat sekitar dan bisa jadi masyarakat di kota tersebut.
Wah omongan saya begitu teoritis ya. Tapi pandangan saya yang mengikuti dinamika antara ekosistem pesisir, oknum nakal dan masyarakat lokal selama tiga tahun inilah yang membuat saya berkesimpulan seperti paragraf-paragraf diatas.
Semoga tulisan ini bermanfaat dan dengan kesadaran saya meminta maaf jika ada yang tersinggung. Mari selamatkan hutan mangrove kita!
Sekian.
Tidak ada komentar
Posting Komentar
Segitu dulu cerita kali ini. Terima kasih temans membaca artikel ini sampai akhir. Semoga bermanfaat.
Saya sangat ingin mendengar komentar temans setelah membaca. Silahkan, temans bebas berkomentar apa saja namun harap tetap menjaga kesopanan.
Sayang sekali komentar dengan subjek Anonymous akan terhapus otomatis, jadi mohon kesediaannya untuk memberi nama asli ya.
Terima kasih ^^.
Love, Lisa.