Sadarlah, Laut Itu Bertambah Luas dan Daratan Bertambah Sempit serta Manusia Yang Semakin Banyak.
Abrasi atau yang juga bisa disebut erosi pantai menjadi faktor utama yang menyebabkan panjang garis pantai di Indonesia berkurang dari (kurang lebih) 81.000 km menjadi (kurang lebih) 56.000 km selama kurang dari satu dekade terakhir. Erosi pantai adalah proses mundurnya garis pantai dari kedudukan garis pantai semula yang disebabkan oleh daya tahan erosi material dilampaui oleh kekuatan eksternal yang di timbulkan oleh pengaruh hidrodinamika (arus dan gelombang). Terganggunya
atau tidak adanya keseimbangan antara suplai sedimen yang datang ke bagian
pantai yang ditinjau dan kapasitas angkutan sedimen dibagian pantai tersebut,
yang dipengaruhi oleh angin, gelombang, arus, pasang surut, sedimen, dan
kejadian lainnya, serta adanya gangguan yang diakibatkan oleh ulah manusia yang
mungkin berupa konstruksi bangunan pada pantai, dan penambangan pasir pada
pantai tersebut. Tidak adanya mangrove akan mempercepat terkikisnya daratan di pantai oleh dempuran ombak air laut.
Problem erosi di Indonesia telah mencapai tahapan kritis, karena banyak lahan yang hilang, prasarana jalan dan perumahan yang rusak akibat erosi. Erosi pantai di Indonesia dapat diakibatkan oleh proses alami, aktivitas manusia ataupun kombinasi keduanya. Contoh dari aktivitas manusia, misalnya pembangunan pelabuhan, reklamasi pantai (untuk permukiman, pelabuhan udara, dan industri), penambangan karang dan pasir di daerah pantai, penebangan hutan mangrove dan sebagainya.
Selama ini penanganan perlindungan kawasan pesisir terhadap erosi pantai masih banyak dilakukan dengan menggunakan pendekatan “keras” yaitu dengan membuat pelindung pantai yang secara estetis dan ekologis kurang ramah. Penanganan juga sifatnya sporadis dan kurang komprehensif, sehingga menimbulkan masalah baru yaitu hanya akan memindahkan lokasi terjadinya erosi dari tempat yang telah dilindungi ke tempat lain di sekitarnya yang kurang mendapat perhatian. Sehingga masalah masalah seperti disebutkan di atas akan tidak pernah akan terselesaikan, yaitu hanya akan memindahkan masalah dari tempat yang satu ke tempat yang lainnya.
Yang dimaksud dengan upaya mengatasi masalah abrasi dilakukan dengan pendekatan "keras" atau hard measures, yakni dengan membuat bangunan-bangunan pantai seperti :
1. Tembok laut (sea wall) dan pelindung tebing (revetment)
Berupa bangunan yang dibuat pada garis pantai sebagai pembatas antara daratan di satu sisi dan dan perairan di sisi yang lain. Fungsinya adalah untuk melindungi dan mempertahankan garis pantai dari serangan gelombang serta untuk menahan tanah di belakang tembok laut tersebut. Revetment berupa struktur fleksibel susunan batu kosong atau blok beton.
2. Groin dan jetty
Groin dan jetty merupakan bangunan tegak lurus pantai untuk mengamankan pantai dari gangguan kesetimbangan angkutan sedimen sejajar pantai (longshore transport). Groin berfungsi menahan laju sedimen sejajar pantai dan biasanya berupa serangkaian struktur krib. Jetty merupakan bangunan tegak lurus pantai yang cukup panjang menjorok ke laut. Struktur ini dibangun untuk mengatasi masalah pendangkalan muara sungai. Dengan adanya jetty yang cukup panjang, maka muara sungai akan bebas dari littoral transport.
3. Detached breakwater
Struktur yang berupa bangunan lepas pantai yang dibangun sejajar dengan garis pantai ini dimaksudkan untuk menahan energi gelombang yang menghempas pantai. Daerah di belakang bangunan tersebut akan lebih tenang dari daerah sekitarnya sehingga transpor sedimen sejajar pantai akan terhenti di belakang detached breakwater tersebut.
Sea wall. Source : blog.ucsusa.org |
Bangunan pantai seperti groin dan jetty dapat mengurangi bahkan menghentikan suplai sedimen dari angkutan sediment sejajar pantai (littoral transport). Pengambilan material pantai untuk bahan bangunan (karang, batu dan pasir) akan mengurangi “cadangan” sedimen bagi pembentukan pantai dalam siklus dinamiknya. Pengurangan suplai sedimen ke pantai dapat terjadi karena aktifitas di hulu sungai seperti pembuatan kantong-kantong sedimen, waduk, bendung dan bangunan air lainnya, pengalihan muara sungai, penambangan material dasar sungai, bahkan penghijauan dan pengendalian erosi yang berhasil di daerah hulu dapat mengurangi pasokan sedimen ke pantai.
Penyelesaian dengan struktur tersebut diatas saat ini masih dilakukan secara parsial dan sporadis sehingga belum memberikan hasil yang baik. Untuk itu diperlukan penyelesaian yang menyeluruh dan komprehensif dengan menggunakan pendekatan coastal cell (sedimen budget) yaitu suatu pendekatan dimana pantai dikarakteristikkan sebagai masukan, perpindahan, penyimpanan dan pengurangan sedimen.
Dengan belajar dari kekurang berhasilan cara – cara penanganan masalah pesisir dengan “pendekatan keras”, maka perlu dikembangkan konsep penanganan permasalahan pesisir secara lebih lunak dan ramah lingkungan, seperti :
1. Peremajaan Pantai
Proses ini meliputi pengambilan material dari tempat yang tidak membahayakan dan diisikan ke tempat yang membutuhkan. Meskipun penimbunan atau pengisian pesisir dengan material dari luar sistem tidak banyak dampaknya terhadap ekosistem yang ada, namun pengambilan material dapat menimbulkan dampak yang cukup signifikan. Oleh karena itu, opsi ini harus ditinjau secara lebih komprehensif, terutama dari sisi sumber penyediaan sedimennya.
Akhir-akhir ini telah dikembangkan pula peremajaan pantai dengan menggunakan system drainasi pantai (Coastal Drain System) seperti misalnya Beach Management System (BMS). Metode ini adalah mengurangi tekanan air (pore water pressure) di swash zone sehingga lereng daerah ini menjadi lebih stabil pada prinsipnya mengurangi atau mengabsorbsi energi gelombang pada saat menggempur pantai dengan cara dihisap melalui pompa yang dihubungkan oleh pipa berlubang yang terletak dibawah permukaan pantai (de-watering).
2. Pembentukan Dune
Perlindungan pantai berpasir dapat dilakukan dengan menyediakan “stock pile” di sisi darat berupa dune buatan atau meningkatkan dune yang sudah ada. Biasanya cara ini dilengkapi dengan usaha-usaha menahan kehilangan pasir dari daerah dune.
3. Rehabilitasi Mangrove
Perbaikan dan peramajaan hutan bakau yang rusak merupakan langkah perlindungan pesisir yang ramah lingkungan. Penanganan ini dapat dikombinasi dengan bangunan sementara (pada sistem hard measures) yang diharapkan dapat melindungi bakau yang baru selama masa pertumbuhannya.
4. Rehabilitasi Koral
Meskipun proses rehabilitasi karang tidak secepat rehabilitasi mangrove tetapi pendekatan ini merupakan alternatif yang sangat bermanfaat bagi ekosistem pesisir. Selain rehabilitasi koral secara langsung, penggunaan artificial reef sebagai alternatif perlindungan pantai yang lebih ramah lingkungan juga mulai banyak diusukan dan diteliti.
Semakin banyaknya sumber daya manusia berbanding terbalik dengan luas daratan. Alternatif terbaik untuk mempertahankan garis pantai Indonesia adalah dengan kembali ke alam, menyadari pentingnya lingkungan untuk kehidupan sekarang dan masa depan, serta berkontribusi terbaik untuk lingkungan.
Kami cinta mangrove dan pantai Indonesia |
Jadi sejauh mana kamu peduli terhadap pantai Indonesia?
Yuk teman-teman semua, gerakkan hati kita untuk sedikit lebih peduli terhadap lingkungan Indonesia, dan gerakkan badan kita untuk sedikit berkontribusi terhadap pantai Indonesia.
Tidak ada komentar
Posting Komentar
Segitu dulu cerita kali ini. Terima kasih temans membaca artikel ini sampai akhir. Semoga bermanfaat.
Saya sangat ingin mendengar komentar temans setelah membaca. Silahkan, temans bebas berkomentar apa saja namun harap tetap menjaga kesopanan.
Sayang sekali komentar dengan subjek Anonymous akan terhapus otomatis, jadi mohon kesediaannya untuk memberi nama asli ya.
Terima kasih ^^.
Love, Lisa.