Saya Bangga Berhijab
Hai, wanita-wanita muslimah yang cantik. Ingat hari ini hari apa? Yak, hari ini adalah peringatan World Hijab Day. Karena saya interest sekali dengan yang namanya hijab, jadi saya ingin sedikit share pengalaman berhijab saya. Mau liat? Yuk..
Sudah menjadi habitual untuk saya mengenakan kain penutup kepala yang biasa disebut jilbab atau hijab atau kerudung. Dan anehnya, jika saya keluar rumah tanpa mengenakan jilbab, saya merasa seperti ada yang mengganjal, seperti ada sesuatu yang buruk akan terjadi.
Saya lebih suka menamai semua kain penutup kepala dengan nama "jilbab". Dan jilbab selalu identik dengan sekolah islam, namun ketika saya masih sekolah TK, jilbab masih belum terkenal seperti sekarang, baik dilingkungan sekolah islam sekalipun. Saya mulai belajar di sekolah ketika umur 3 tahun lebih, saat itu saya yang belum cukup umur tiba-tiba diminta langsung masuk TK oleh kepala sekolah disana. Alasannya karena saya sudah bisa membaca, menulis dan berbicara dengan bahasa Indonesia murni. Padahal pada saat itu, bapak saya hanya berniat "main" dan memperkenalkan lingkungan sekolah pada saya. Sekolah pertama saya ini bernama Taman Kanak-kanak Aisiyah Busthanul Athfal (ABA) yang letaknya tak jauh dari rumah. Namanya juga anak-anak masih belum mengerti dan merasa gerah jika disuruh mengenakan jilbab, saya pun merasa begitu, jadi ibu saya tidak memaksa saya untuk memakai jilbab. Kebetulan pada saat itu, TK masih belum mewajibkan anak didiknya untuk mengenakan jilbab.
Menginjak sekolah dasar, saya bersekolah di SD berbasis islam yang kental : SD Islam Maryam. Selama 6 tahun saya belajar mengenai aqidah akhlak, fikih, tarekh islam, sejarah islam, dan 13 mata pelajaran lainnya yang tidak lepas dari segi keislaman. Saya pun bersekolah mengenakan jilbab yang pada saat itu dinamakan kerudung. Saya mulai merasakan kenyamanan memakai jilbab ke sekolah tetapi merasa belum siap memakai jilbab ketika pergi dengan keluarga, lagi-lagi orang tua tidak memaksa.
Kemudian masuk sekolah menengah pertama, saya diterima di SMP Negeri favorit wilayah Surabaya Timur, menghadapkan saya pada pilihan : mengenakan jilbab atau tidak. Orang tua tidak menyuruh atau melarang dalam kasus ini, saya diberikan akses penuh untuk menentukan apa yang terbaik untuk diri sendiri. Dan saya memutuskan untuk kembali berjilbab ketika bersekolah. Teman-teman disana menerima saya dengan sangat baik, saking sangat baiknya selalu membuat saya sungkan sendiri. Teman-teman dan guru-guru menilai saya cantik dan lembut dalam berperilaku dan bertutur kata, tapi sebenarnya bukan itu goal yang saya harapkan, bukan pujian yang saya inginkan. Ketentraman dan kebersihan hati lah yang saya kejar. Dan hal itulah yang saya dapat ketika berjilbab. Semenjak itu saya memutuskan untuk terus memakai jilbab ketika hendak keluar rumah. Orang tua menyambut dengan sangat baik. Ibu saya pun mulai merubah penampilan ketika hendak ke kantor. Beliau memakai jilbab dan merubah semua seragam kantornya. Alhamdulillah...
Masuk sekolah menengah atas, kedewasaan semakin diuji. Saya masuk disalah satu SMA Negeri kawasan Surabaya Timur. Mengapa saya mengatakan kedewasaan semakin diuji? Karena ternyata dunia SMA memiliki permasalahan yang lebih kompleks, membutuhkan penyikapan dan pemikiran lebih dewasa untuk menyelesaikan tiap permasalahan. Saya tetap memakai dan mempertahankan jilbab walau disekitar saya tidak sedikit teman yang menanggalkan jilbab hanya karena urusan yang bersifat sementara. Dari sinilah saya meyakinkan diri, bahwa konsisten mengenakan jilbab akan membawa kenyamanan dan ketentraman hati, dijauhkan dari orang-orang yang memiliki pemikiran jahat, dan juga akan terlihat lebih cantik. Benar tidak?
Saya kira didunia perkuliahan beberapa wanita yang mengenakan jilbab telah memilih untuk konsisten memakai jilbab, ternyata saya salah. Ada beberapa wanita yang saya kenal dan yang saya tahu (namun tidak kenal dekat) masih tetap memainkan jilbabnya. Memakai jika dibutuhkan dan menanggalkannya jika dirasa tak butuh, hanya sekedar untuk fashion semata. Saat itu saya memutuskan untuk menutup mata agar tidak terpengaruh mereka. Saya tetap mengenakan jilbab hingga saat ini.
Pembelajaran memakai jilbab yang dimulai dari dan diniati oleh diri sendiri, justru lebih kuat dibanding dengan memakai jilbab karena suruhan atau permintaan orang lain. Saya merasakan itu. Dan ketika saya melihat kebelakang, niat berhijab yang keluar dari diri sendiri lah yang justru menjadi pendorong utama untuk mewujudkan sikap kebaikan dari diri sendiri. Semacam tiang utama seorang wanita. Tentu saja hal positif lain yang timbul adalah munculnya kecantikan alami dari dalam hati.
Saya baru menyadari kalau wajah saya "berbeda" ketika ada teman yang menawari saya pekerjaan sebagai model muslimah di butik milik keluarganya. Dari dialah muncul beberapa tawaran lain yang menyusul dan meminta saya untuk berpose klasik didepan kamera. Lama-lama risih juga. Saya lebih menyukai menjadi guru privat dan konservator dibanding menjadi model muslimah. Walau ada kata "muslimah" dibelakangnya, ternyata menjadi model itu tidak mudah dan memberi dampak kurangnya privasi dan ketentraman hati. Saya memutuskan untuk berhenti berpose didepan kamera jika tidak benar-benar diperlukan.
"Wanita yang mengaku beragama islam WAJIB mengenakan jilbab dan TIDAK WAJIB memamerkan kecantikan wajah untuk yang bukan mahromnya". "Jika kamu tak punya urat malu, maka berbuatlah sesukamu". Begitu quote yang saya baca dalam sebuah website. Saya serasa ditampar bahkan sebelum membaca habis isi artikelnya. Astaghfirullohal 'adziim...
Teman-teman muslimah yang cantik dan baik, saya bukan menakut-nakuti (karena saya sendiri juga takut), tapi yuk, setelah mengetahui bahwa memamerkan kecantikan pada yang bukan mahromnya itu HARAM, kebiasaan narsis nya mulai dikurangi. Berfoto selfie dan memposting ke sosial media memang memuaskan diri karena banyaknya pujian yang datang akan kelebihan fisik kita. Tapi, beberapa psikolog mengatakan bahwa narsis didepan kamera itu sebuah penyakit kejiwaan, sebuah penyakit kejiwaan yang membutuhkan sebuah pengakuan orang. Apa kamu mau dibilang punya penyakit kejiwaan karena keseringan selfie didepan kamera? Kecantikan itu bukan hanya berasal dari editan kamera atau jumlah like yang banyak atau penuhnya komentar dengan pujian-pujian atau dari seringnya mendapat pengakuan dari orang lain kok,, tapi kecantikan itu berasal dari ketentraman hati dan akan lebih terpancar secara alami jika kita sering membaca Al-Qur'an.
Saya adalah wanita yang sangat jauh dari baik. Wajah saya, sifat saya, tabiat saya, prestasi saya dan tulisan saya masih sangat perlu untuk dibenahi. Mohon maaf jika tulisan saya terkesan menyudutkan ya... Saya sedang belajar untuk membenahi diri.
Dengan adanya World Hijab Day yang jatuh pada hari ini. Saya menyatakan bangga memakai jilbab dan sangat berharap tetap terus konsisten memakai jilbab hingga tua dan ajal mendekat. Dan untuk teman-teman cantikku, yuk dari sekarang mulai memakai jilbab dengan sebenar-benarnya berjilbab ^^
Aan - Teman Paskibra |
Tidak ada komentar
Posting Komentar
Segitu dulu cerita kali ini. Terima kasih temans membaca artikel ini sampai akhir. Semoga bermanfaat.
Saya sangat ingin mendengar komentar temans setelah membaca. Silahkan, temans bebas berkomentar apa saja namun harap tetap menjaga kesopanan.
Sayang sekali komentar dengan subjek Anonymous akan terhapus otomatis, jadi mohon kesediaannya untuk memberi nama asli ya.
Terima kasih ^^.
Love, Lisa.