Sekitar akhir tahun 2013, saya mulai mengikuti kursus bahasa Inggris di sebuah english course yang terletak di pusat kota Surabaya. Dari sinilah saya berkenalan dengan teman-teman dari berbagai umur dan berasal dari keluarga yang berada. Lama bergaul dengan mereka membuat saya berani mengkatagorikan mereka sebagai teman-teman yang berdaya konsumsi tinggi. Mereka sangat suka membeli barang di luar negeri, tampil wah disetiap pertemuan dan gemar pamer barang-barang impor. What a shame, padahal mereka tinggal di Indonesia. Jika mereka lebih menyukai barang-barang luar Indonesia, mengapa tidak tinggal di luar Indonesia saja? Mereka hanya memenuhi ruang gerak di Indonesia saja. Batin saya yang menggerutu saat itu.
Gaya hidup yang dijalani oleh mereka bisa dikatakan sebagai identitas diri yang berasal dari lingkungan dan didukung oleh perubahan yang cepat dalam teknologi informasi sehingga meningkatkan pola konsumsi dalam menentukan gaya hidup yang diinginkan. Gaya hidup yang demikian juga timbul akibat dari tantangan tinggal di kota yang penuh akan fasilitas dimana mereka mengembangkan suatu toleransi dan selera terhadap apa yang terbaru, ditambah dengan latar belakang rasa tidak aman dalam bersaing maka terciptalah rasa ketidaktetapan dan selera coba-coba. Dengan mendahulukan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan untuk mencapai kepuasan maksimal hingga dapat mencapai gaya hidup yang bermewah-mewah adalah pengertian dari istilah konsumtif. Dari gaya hidup yang demikian dapat membentuk pola konsumtif yang berkelanjutan dan akan berkembang seiring dengan majunya perkembangan zaman.
Pola konsumtif yang berlebihan sangat disayangkan dalam masyarakat modern. Ini juga menunjukkan ketiadaan acuan terhadap nilai tertinggi dan melahirkan sekularisasi atau perkembangan kearah keduniawian. Coba anda perhatikan, berapa persen kah masyarakat Indonesia yang memiliki pola demikian? Budaya membeli masyarakat Indonesia dipengaruhi oleh visualisasi iklan yang kini sedang gencar-gencarnya beredar. Ada 5 contoh sederhana yang membuktikan bahwa masyarakat Indonesia memiliki pola konsumsi yang tinggi dilihat dari percepatan menjamurnya suatu kebiasaan membeli atau memakai yaitu sosial media, gadget, trend fashion, makanan cepat saji dan meme (yang berisi sindiran atau pujian).
Dengan adanya pola konsumtif pada masyarakat Indonesia seharusnya memberikan banyak keuntungan bagi pendapatan dalam negeri, HANYA jika masyarakatnya membeli dan memakai produk negeri sendiri. Sayangnya yang ada dihadapan saya adalah segelintir masyarakat yang terlalu cinta dengan produk asing hanya untuk meningkatkan kegengsian. Saya percaya, masih banyak masyarakat Indonesia yang mencintai, membeli dan memakai produk negeri sendiri. Kepercayaan ini meningkatkan kesadaran dan rasa malu saya, dan jika saya sendiri tidak menggunakan produk dalam negeri berstandar SNI itu berarti saya tidak mencintai negeri sendiri.
Dari situlah saya bertekad untuk mencari barang yang bertuliskan “Made in Indonesia” atau “Produksi Indonesia”.
Saya memeriksa lemari, rak meja dan berbagai sudut rumah, mencari dan menghitung berapa jumlah barang produksi di Indonesia. Sekitar 35% barang dirumah memiliki tulisan tersebut, 30% produk luar negeri dan sisanya tidak tertulis diproduksi dimana. Sementara hampir semua barang yang saya gunakan sehari-hari adalah barang produksi Indonesia.
Banyaknya barang-barang dirumah yang saya temukan merupakan produksi negeri sendiri, saya yakin bahwa Indonesia siap menghadapi MEA.
Indonesia telah siap menghadapi MEA. Indonesia mampu menciptakan produk sendiri dengan bahan baku sendiri. Sumber daya manusia Indonesia pun tidak perlu diragukan lagi kualitasnya. Pemerintah, pelaku usaha dan akademisi sedang bekerja dan berusaha untuk menciptakan daya saing yang tinggi. Lalu siapakah selanjutnya yang juga berperan dalam menyokong Indonesia sebagai negara yang produktif? Masyarakat konsumen. Kini tidak lagi membicarakan "seandainya", melainkan kita harus melakukan aksi nyata dan saling bahu membahu untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang produktif. Masyarakat konsumen berperan penting dalam lingkup pasar tunggal. Bisa dibilang masyarakat konsumen merupakan pemeran utama yang mampu mengendalikan perputaran keuangan dalam pasar tunggal. Dengan begitu, Indonesia dengan penduduk terpadat ke 4 didunia ini, berpeluang untuk memenangkan pasar.
Saya memeriksa lemari, rak meja dan berbagai sudut rumah, mencari dan menghitung berapa jumlah barang produksi di Indonesia. Sekitar 35% barang dirumah memiliki tulisan tersebut, 30% produk luar negeri dan sisanya tidak tertulis diproduksi dimana. Sementara hampir semua barang yang saya gunakan sehari-hari adalah barang produksi Indonesia.
Banyaknya barang-barang dirumah yang saya temukan merupakan produksi negeri sendiri, saya yakin bahwa Indonesia siap menghadapi MEA.
Indonesia telah siap menghadapi MEA. Indonesia mampu menciptakan produk sendiri dengan bahan baku sendiri. Sumber daya manusia Indonesia pun tidak perlu diragukan lagi kualitasnya. Pemerintah, pelaku usaha dan akademisi sedang bekerja dan berusaha untuk menciptakan daya saing yang tinggi. Lalu siapakah selanjutnya yang juga berperan dalam menyokong Indonesia sebagai negara yang produktif? Masyarakat konsumen. Kini tidak lagi membicarakan "seandainya", melainkan kita harus melakukan aksi nyata dan saling bahu membahu untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang produktif. Masyarakat konsumen berperan penting dalam lingkup pasar tunggal. Bisa dibilang masyarakat konsumen merupakan pemeran utama yang mampu mengendalikan perputaran keuangan dalam pasar tunggal. Dengan begitu, Indonesia dengan penduduk terpadat ke 4 didunia ini, berpeluang untuk memenangkan pasar.
Pada umumnya negara yang maju dan mencapai kemakmuran memiliki ciri yang sama yaitu produktif. Dengan tingkat produktivitas yang tinggi mereka dapat menguasai pasar karena memiliki daya saing yang baik. Sebaliknya, jika suatu bangsa cenderung konsumtif, maka mereka tidak akan bisa bersaing di pasar global, bahkan untuk memenuhi keperluan sendiri harus mengimpor barang dari luar negeri. Negara yang cenderung konsumtif akan menjadi terbelakang dan ketinggalan dibanding dengan negara yang produktif.
Berbagai langkah telah diupayakan oleh pemerintah dengan didukung oleh sebagian masyarakat (yang sadar) untuk mengantisipasi didaulatnya Indonesia sebagai negara yang konsumtif. Pemerintah (pusat dan daerah), pelaku usaha dan akademisi berbaur dan bekerja sama untuk meningkatkan daya saing Indonesia dikancah internasional yang meliputi kualitas; kuantitas (kontinyuitas); harga barang dan standar barang dalam negeri. Hal ini dipersiapkan sedemikian baik untuk menghadapi MEA dan terjangan budaya asing yang masuk secara bebas di Indonesia.
MEA atau yang lebih dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah satu pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara yang memiliki tujuan untuk meningkatkan investasi asing di kawasan Asia Tenggara. Dalam kesepakatan MEA terdapat 5 hal yang tidak boleh dibatasi peredarannya diseluruh negara ASEAN. Ke 5 hal tersebut adalah barang, jasa, modal, investasi dan tenaga kerja yang handal.
MEA atau yang lebih dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah satu pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara yang memiliki tujuan untuk meningkatkan investasi asing di kawasan Asia Tenggara. Dalam kesepakatan MEA terdapat 5 hal yang tidak boleh dibatasi peredarannya diseluruh negara ASEAN. Ke 5 hal tersebut adalah barang, jasa, modal, investasi dan tenaga kerja yang handal.
Indonesia adalah negara yang besar dengan jumlah penduduk terpadat ke 4 di dunia. Dengan penduduk yang demikian banyak, Indonesia mampu menarik investor asing dan "penjual-penjual" yang memasukkan barangnya ke Indonesia dengan harapan bisa laku terjual dan dipakai di Indonesia. Sebagai warga Indonesia, sebagai masyarakat konsumen Indonesia, kita harus dan wajib memakai barang produksi dalam negeri.
Menumbuhkan minat memakai produk dalam negeri memang susah susah gampang. Perlu komitmen yang kuat sehingga minat memakai produk dalam negeri tetap bertahan dan meningkat. Kita sebagai masyarakat konsumen yang tinggal dan menetap di Indonesia, menginjak tanahnya, menghirup udaranya dan menikmati hasil alamnya harus memiliki rasa nasionalisme dan rasionalisme terhadap produk Indonesia. Jika kita sebagai masyarakat tidak bisa mempertahankan nasionalisme dan rasionalisme memakai produk Indonesia, maka permintaan impor dan gencarnya produk asing yang masuk ke Indonesia menjadi tak terbendung. Jika hal ini berlanjut, maka pelaku usaha di Indonesia akan gulung tikar karena tidak adanya pendukung. Dengan begitu asumsi bahwa negara Indonesia adalah negara yang konsumtif akan menjadi benar dan Indonesia akan benar-benar menjadi negara yang pasif dan lumpuh.
Produk Indonesia tidak ada bedanya dengan produk asing. Ada yang mengatakan bagus kualitas produk luar negeri karena harganya mahal, tidak juga. Produk luar negeri terkenal pamornya karena didukung oleh masyarakat produsen barang tersebut. Nah, kita juga bisa ikut mendukung dan meningkatkan pamor barang Indonesia diranah internasional dengan memahami standar nasional Indonesia (SNI). Boleh klik disini untuk melihat daftar produk yang sudah berstandar nasional Indonesia.
Negara yang produktif memiliki konsumen yang cerdas. Jika ingin Indonesia menjadi negara yang produktif, maka kita harus menjadi konsumen yang cerdas. Apa yang dilakukan oleh konsumen yang cerdas? Yakni dengan memakai produk dalam negeri. Dengan menjadi konsumen yang cerdas, kita dapat membawa Indonesia menghadapi MEA.
Saya mendukung, membeli, dan memakai produk dalam negeri. Saya cinta produk Indonesia. Pastikan kamu warga Indonesia juga mencintai produk dalam negeri ya!
Menumbuhkan minat memakai produk dalam negeri memang susah susah gampang. Perlu komitmen yang kuat sehingga minat memakai produk dalam negeri tetap bertahan dan meningkat. Kita sebagai masyarakat konsumen yang tinggal dan menetap di Indonesia, menginjak tanahnya, menghirup udaranya dan menikmati hasil alamnya harus memiliki rasa nasionalisme dan rasionalisme terhadap produk Indonesia. Jika kita sebagai masyarakat tidak bisa mempertahankan nasionalisme dan rasionalisme memakai produk Indonesia, maka permintaan impor dan gencarnya produk asing yang masuk ke Indonesia menjadi tak terbendung. Jika hal ini berlanjut, maka pelaku usaha di Indonesia akan gulung tikar karena tidak adanya pendukung. Dengan begitu asumsi bahwa negara Indonesia adalah negara yang konsumtif akan menjadi benar dan Indonesia akan benar-benar menjadi negara yang pasif dan lumpuh.
Produk Indonesia tidak ada bedanya dengan produk asing. Ada yang mengatakan bagus kualitas produk luar negeri karena harganya mahal, tidak juga. Produk luar negeri terkenal pamornya karena didukung oleh masyarakat produsen barang tersebut. Nah, kita juga bisa ikut mendukung dan meningkatkan pamor barang Indonesia diranah internasional dengan memahami standar nasional Indonesia (SNI). Boleh klik disini untuk melihat daftar produk yang sudah berstandar nasional Indonesia.
Negara yang produktif memiliki konsumen yang cerdas. Jika ingin Indonesia menjadi negara yang produktif, maka kita harus menjadi konsumen yang cerdas. Apa yang dilakukan oleh konsumen yang cerdas? Yakni dengan memakai produk dalam negeri. Dengan menjadi konsumen yang cerdas, kita dapat membawa Indonesia menghadapi MEA.
Saya mendukung, membeli, dan memakai produk dalam negeri. Saya cinta produk Indonesia. Pastikan kamu warga Indonesia juga mencintai produk dalam negeri ya!
Artikel ini diikutsertakan dalam lomba karya tulis blogger 2016 yang diselenggarakan DJPKTN Kementrian Perdagangan untuk memperingati moment Hari Konsumen Nasional.
Artikel ini mendapatkan Juara ke 2 dalam lomba karya tulis katagori blogger yang diselenggarakan DJPKTN Kementrian Perdagangan untuk memperingati moment Hari Konsumen Nasional 2016. Untuk melihat daftar pemenang bisa klik disini.
Selamat ya mbak tulisannya juara
BalasHapusTerima kasih mas Deddy ^^
HapusSaya habis mampir blog nya mas Deddy, dan WAH, saya suka sekali sama tulisan-tulisannya ^^