Senin, tanggal 23 Mei siang, menjadi hari bersejarah dalam hidupku. Haha #apasih. Pasalnya ini adalah kali pertama aku pergi ke Jakarta naik pesawat seorang diri.
Sang ibu dan bapak plus adik ikut mengantarku ke bandara domestik Juanda. Kami menunggu hingga ada tulisan check in di papan pengumuman pesawat nomor penerbangan QG 808 tujuan SBY-CGK. Sekitar hampir satu jam kami menunggu (karena kami datang terlalu awal, ha ha), nasehat-nasehat pun kembali dilontarkan sang ibu. Inggih bu, iya bu, he.em, sambil mantuk-mantuk.
QG 808 belum check in |
Kini giliran penumpang pesawat QG 808 tujuan Surabaya-Jakarta (Soekarno Hatta) dipersilahkan untuk check in. Aku lantas tidak terburu-buru masuk karena nantinya masih harus menunggu keberangkatan dua setengah jam lagi. Ya walaupun perjalanan dari ruang check in hingga ke ruang tunggu membutuhkan waktu kurang lebih 30 menit,, aku tetap tidak ingin melakukannya terburu-buru. Aku masih menikmati waktu perbincangan dengan keluarga yang kini sudah mulai jarang dilakukan.
Akhirnya, setelah melihat jarum pendek melewati angka 12, dan sang ibu pun menyuruhku untuk masuk untuk check in. Lagi-lagi kekhawatiran ibu pun muncul agak berlebihan karena beliau merasa ini kali pertama sang anak pergi naik pesawat seorang diri. Dari kalimat yang dilontarkan dan cara bicaranya, beliau takut kalau aku akan hilang di bandara. Beliau lupa kalau aku sudah berumur 24 tahun dan bukan lagi seorang yang pemalu (walau sifat pemalu itu kurasakan masih ada didiri sih..). Aku meyakinkan sang ibu untuk bisa percaya pada anak pertamanya ini, ini adalah pengalaman kali pertama, jika pengalaman pertama tidak didukung; dihambat atau bahkan dihalangi, bagaimana dengan perjalanan pengalaman-pengalaman berikutnya... Aku bersalaman dengan ibu dan bapak, kemudian meminta mereka untuk pulang saja daripada menunggu pesawatku berangkat (karena masih harus menunggu satu jam lagi).
Aku memasuki pemeriksaan pertama. Menunjukkan list tiket pesawat yang telah dipesan oleh panitia HARKONAS dalam bentuk kertas cetak pada penjaga gate. Penjaga gate mempersilakan aku masuk setelah memeriksanya dengan seksama. Terlihat beberapa orang mengantri untuk memasuki pemeriksaan kedua : scanner barang yang dibawa penumpang. Aku pun ikut mengantri sembari meletakkan tas ransel dan tas pinggang diatas wadah yang disediakan serta menanggalkan cincin dan jam tangan kemudian meletakkannya diatas wadah. Wadah tersebut masuk kedalam mesin scanner. Untuk mengambilnya, aku harus melewati security check juga.
Pemeriksaan sudah beres, aku berjalan menuju ke pintu check in nomor 5. Kutunjukkan tiket pemesanan pesawat pada petugas, dua menit kemudian petugas tersebut memberikan dua lembar tiket masuk pesawat. Aku mendapat tempat duduk dekat jendela dan tempat duduknya berada ditengah kabin pesawat, yeaaiiyy. Lalu aku berjalan menuju eskalator untuk naik kelantai atas.
Belum sampai ke gate nomor 9-10, Ibu menelepon. Aku duduk di tempat duduk yang kosong kemudian mengangkat telepon dari Ibu. Nasehat-nasehat kembali aku dengarkan, dan setelah dirasa cukup lega, Ibu berpamitan pulang kemudian menutup teleponnya.
Aku masuk ke gate nomor 9-10 dan harus melalui dua pemeriksaan lagi : pemeriksaan tiket dan pemeriksaan barang melalui mesin scanner. Pemeriksaan tiket dan identitas dengan menunjukkan KTP lolos kemudian lanjut pemeriksaan barang. Waktu pemeriksaan barang, aku kedapatan membawa barang yang tidak diperbolehkan : sebuah gunting, yang sehari-harinya selalu aku bawa kemana-mana. Aku diberi pilihan, guntingnya mau ditinggal atau dibawa (tetapi harus turun dulu kebawah dan mengurus kelengkapan bagasi). Karena tidak ingin repot, ya sudah ditinggal sajalah gunting "kesayangan" ku itu. Kemudian aku masuk ke ruang tunggu dan duduk dekat jendela.
Pesawatnya baru datang |
Gate 10 pun dibuka dan beberapa penumpang yang sedari tadi menunggu langsung berlarian mengantri, tidak sabar ingin segera naik pesawat dan berangkat, tak terkecuali aku.
Aku dan ibu cantik itu berjalan bersama-sama dari pintu antrian menuju pesawat. Disepanjang jalan kami ngobrol dan membahas tentang kegiatan beliau yang awesome. Jadi minder dan tidak berminat menceritakan kegiatanku sendiri... Beliau mendapat tempat duduk 8C sementara aku 14A. Jam didinding gate menunjukkan pukul 2 siang.
Setelah menemukan nomor kursiku, aku duduk lalu memasang safety belt. Melihat pemandangan diluar yang sangat panas nan terik. Dan berkenalan dengan penumpang yang duduk disebelah, seorang mas-mas dan seorang bapak-bapak. Tapi karena tak ada topik yang ingin diperbincangkan, jadinya aku lebih banyak diam deh.
Tak lama roda pesawat mulai bergulir membawa badan dan penumpang meninggalkan hanggar. Kemudian seorang pramugara ganteng #hmmm^^ yang wajahnya ada blasteran arab berdiri tepat ditengah kabin pesawat lalu memperagakan cara mengenakan safety belt, pelampung pengaman dan standar keselamatan penerbangan, dengan dipandu oleh senior pramugari melalui pengeras suara. Setelah selesai memperagakan standar keselamatan, si pramugara ini meninggalkan tempatnya.
Sebelum terbang melintasi awan, pesawat QG 808 harus membangun kecepatan dulu dengan berjalan-jalan dan berputar-putar di lintasan pesawat selama lebih dari 10 menit. Kecepatan pesawat yang dibangun pada lintasan lurus semakin meninggi, aku rasa tak lama lagi pesawat akan lepas landas (take off). Guncangan saat take off hampir membuatku mual. Tarikan mesin yang dilakukan oleh sang pilot terasa kasar dan mendadak. So far, dalam menaiki pesawat aku paling suka bagian ini karena kecepatan jantung pun juga ikut terpacu. Aku tak sabar menunggu landing, karena bagiku landing tidak berbeda jauh dengan take off yakni dapat memacu adrenalin.
Karena aku duduk dekat dengan jendela, aku bisa melihat kerajaan awan yang sangat menakjubkan dan merasakan hangatnya sinar matahari yang menyoroti jendela pesawat. Sontak aku terus-terusan bertasbih memuji asma Allah yang menciptakan sempurnanya dan indahnya bentuk awan. Beberapa awan pun membentuk benda-benda, membuat imajinasiku bermain, cukup menghibur diri karena keheningan yang membosankan. Dua penumpang disebelahku pada tidur dengan santai. Aku pun mencoba untuk ikut memejamkan mata.
Ternyata hanya sebentar aku bisa tertidur, sekitar 20 menit. Selebihnya aku gunakan untuk memandangi pemandangan diluar jendela. Sesekali merasakan manuver yang dibuat oleh pilot, membuat perasaanku dagdigdug dan berguncang. Sesekali membaca buku yang disediakan dan tergantung pada kantong kursi penumpang tepat didepanku. Namun membaca dalam pesawat sama halnya dengan membaca dalam kereta dan membaca dalam bus, sama-sama membuat pusing kepala, jadi aku mempergunakan waktu untuk membaca hanya 5 menit.
Waktu terbang pun berlalu, akhirnya. Pesawat akan mendarat dalam waktu 10 menit lagi (menurut suara co pilot yang keluar dari mesin pengeras suara). Tapi setelah kuamati, lebih dari 10 menit namun pesawat belum juga mendekati daratan. Yang aku lihat di jendela hanyalah daratan dan sungai yang sama. Kemudian timbul pertanyaan, apakah manuver-manuver barusan yang dilakukan oleh pilot bertujuan untuk menghindari turbulensi udara?
Pesawat akhirnya mendekati daratan. Sangat terasa di jantung dan di dada jika pesawat akan landing, serasa kami semua akan jatuh kebawah. Tak terasa kedua kakiku pun ikut terangkat ketika pesawat bergesekan dengan udara dekat daratan. Cara sang pilot menurunkan pesawat sama seperti menaikkan pesawat : kurang halus. Jadi goncangan yang timbul akibat roda belakang pesawat menyentuh daratan sangatlah dahsyat dan terpantul dua kali. Otomatislah kepala terbentur jendela pesawat dua kali, hihihi miris ya aku T_T.
Ternyata benar, ada beberapa turbulensi di atas kota Jakarta, dan akibatnya turun hujan angin lebat di bandara. Sesampainya pesawat di hanggar, para penumpang tidak bisa langsung keluar dari pesawat. Selain karena garbarata nya tidak bisa tersalur ke pintu pesawat, juga karena faktor cuaca. Kami harus menunggu minimal 10 menit lagi agar bisa keluar dari pesawat.
Aku iseng mengaktifkan smartphone dan ponsel ku (padahal masih belum diperbolehkan). Sedetik kemudian, sang Ibu menelepon. Beliau khawatir, kenapa lama sekali mengaktifkan hape. Alhasillah aku menjelaskan dengan detail agar beliau jadi calm down. Aku tersadar bahwa sedari tadi aku jadi sumber lihat-lihatan penumpang lain, setelah menutup telepon dari Ibu. Sedetik kemudian, hape bergetar kembali. Nampak dari layar, ini dari nomor yang tidak dikenal, aku angkat dan ternyata dari driver panitia yang menjemput para pemenang.
Nama driver nya pak Sule. Beliau menunggu di kedatangan terminal 1B.
Disela menunggu, bapak penumpang yang duduk disebelah mengajakku ngobrol. Beliau bertanya tentang kegiatanku di Jakarta karena beliau tahu (entah darimana) bahwa aku hanya singgah sebentar di Jakarta. Setelah menjawab pertanyaan bapaknya, aku bertanya tentang kegiatan si bapak (tapi seperti biasa, lupa bertanya nama beliau). Si bapak ini bercerita kalau beliau asli Makassar, kerja di pelayaran dan punya kapal di Merak, kemarin selama satu minggu mengunjungi cucu keduanya yang ada di Surabaya (karena sudah 6 bulan tidak bisa mengunjungi) dan sekarang kembali ke Jakarta untuk bekerja. Perbincangan melebar karena si bapak mengusulkan padaku untuk menyalurkan opini orang-orang tentang naiknya harga sembako dan lain-lain menjelang hari puasa kepada pihak Kementrian Perdagangan. Kata beliau, pada saat awal masa pemerintahan, Jokowi pernah menyebutkan bahwa tidak ada kenaikan harga menjelang bulan puasa dan hari raya, tetapi kenyataannya sekarang berbeda. Memang orang-orang layar seperti beliau tidak keberatan atas kenaikan harga, tetapi bagaimana dengan rakyat kecil lainnya? Hmmm, benar juga. Semoga dengan ditulisnya opini beliau disini, pihak terkait bisa membaca dan mengapresiasi plus memberikan solusi.
Pintu pesawat pun telah dibuka namun hanya satu pintu. Para penumpang berjalan mengantri menuju pintu belakang. Karena keasyikan mengobrol dengan si bapak, tak terasa suasana di pesawat mulai sepi dan hujan di luar pun mulai reda. Kami pun segera ikut mengantri dan bergegas menuju pintu keluar. Sambil berjalan, si bapak terus mengajakku mengobrol. Tapi sejenak kuabaikan karena si mas pramugara ganteng tadi menyapa dan tersenyum padaku, hahahihe xD.
Si bapak terlihat sangat tangguh dan tangkas. Beliau berhenti berjalan tepat dibelakang antrian penumpang di tangga turun pesawat. Aku bertanya dalam hati, para penumpang yang berhenti di anak tangga pesawat ini sedang menunggu apa? Aku melihat sekitar dan menengadahkan tangan ke luar area tangga, hujan sudah tak lagi turun. Lalu apa yang mereka tunggu? Si bapak langsung memecah antrian dan melewati antrian dengan tegas beliau berkata pada penumpang yang mengantri, "Permisi, sudah tidak hujan kok, permisi, saya mau lewat". Tak ingin melewatkan kesempatan, aku turut berjalan dibelakang si bapak. Kemudian beberapa penumpang pria yang terlihat masih ABG mengikuti dan berjalan tepat dibelakangku.
Tepat dibeberapa anak tangga terakhir, aku melihat dua orang pegawai yang mengenakan jas hujan sambil membawa banyak sekali payung menghampiri antrian penumpang. Si bapak melewati pegawai tersebut dengan santai, tak terkecuali aku.
Aku pun terus berjalan mengikuti si bapak, selain karena aku ga tau harus keluar lewat mana, juga karena si bapak terus mengajakku mengobrol hehehe. Kami berpisah karena aku harus mengangkat telepon, sementara si bapak berjalan terus. Aku tak berhak membuat beliau menunggu karena mungkin setelah ini beliau ada agenda yang lain. Jadi aku putuskan untuk duduk dan berhenti, kemudian mengangkat telepon dari pak Sule. Pak Sule menjelaskan detail tempat mereka menunggu, terminal kedatangan 1B dekat dengan Solaria, dan sudah ada dua pemenang yang menunggu.
Tanpa banyak pikir, aku langsung bertanya pada satpam dimana lokasi pintu kedatangan 1B. Aku mengikuti arahan dari pak satpam. Dan yak, lumayan membingungkan karena saking jauhnya. Setelah dari toilet, aku bertanya lagi pada petugas. Daaan, masih harus melewati dua pintu lagi kemudian berjalan memutar agak jauh. Baiklah... Ini judulnya jalan-jalan sore di bandara Sukarno Hatta.
Papan restoran Solaria sudah terlihat didepan mata (walau harus mendangakkan kepala terlebih dulu). Lalu bagaimana aku bisa menemukan pak Sule dan dua pemenang lainnya? Sementara orang-orang disini banyak sekali. Faktanya, pak Sule lah yang menemukanku terlebih dulu.
"Mbak Maulida?", sapa beliau. Beliau memanggilku dengan nama Maulida baik di telepon maupun secara langsung, hihihi sedikit aneh terdengar ditelinga. Aku mengangguk sambil tersenyum. Kemudian beliau menunjukkan tempat duduk para pemenang lain. Aku berjumpa dengan Arinta dari Yogyakarta dan Haikal dari Medan, pemenang karya tulis HARKONAS katagori Mahasiswa. Kemudian pak Sule meminta kami untuk menunggu satu lagi pemenang dari Padang yang bernama Nola. Baik, kami tidak keberatan.
Suasana akrab terjadi begitu saja diantara kami bertiga, atau mungkin hanya aku dan Arinta ya, si Haikal nya masih asyik sama gadgetnya.
Aku teringat pesan sang Ibu, harus menghubungi mas Yanto dan bude Tatik jika sudah sampai di bandara. Aku buka data internet smartphone ku untuk mengirimkan pesan whatsapp pada mas Yanto, setelah itu menghubungi bude Tatik dengan ponsel pink kesayangan.
Nola dan kakaknya datang ketika aku masih berteleponan dengan bude Tatik, belum sempat aku menyapa dia (karena masih berbicara dengan bude Tatik), pak Sule sudah mengajak kami semua ke parkir mobil. Kata pak Sule, kita harus bergegas agar tidak terlalu lama kena macet. Selesai berbicara dengan bude, aku menyapa Nola dan masuk mobil bersama. Karena kepala masih terasa pusing, mungkin akibat dari jetlag, aku meminta ijin teman-teman agar aku bisa duduk didepan. Alhamdulillah mereka tidak mempermasalahkan itu.
Pak Sule dengan lihai mengemudikan mobil, menyalip kiri kanan kemudian berbelok dan bermanuver menghindari area kemacetan. Benar juga, Jakarta selalu macet jam-jam pulang kantor macam ini. Kami bercanda dan saling memperkenalkan ke-khas-an daerah asal masing-masing selama perjalanan. Aku sesekali mengajak ngobrol pak Sule agar beliau tidak terlalu tegang selama mengemudi dalam kemacetan. Sayangnya hari sudah gelap, jadi kami tidak bisa welfie-welfie di mobil hihihi.
Bandara Sukarno Hatta berada di Jakarta Barat dan Hotel Grand Alia tempat kami menginap berada di Jakarta Pusat, sementara dari Jakarta Barat tidak bisa langsung ke Jakarta Pusat, harus melewati Jakarta Selatan terlebih dulu. Begitulah penjelasan pak Sule. Dan sepanjang perjalanan itu, tidak ada yang tidak macet, tidak ada jalan yang tidak dipadati mobil. Walhasil, dari jam 4 sore keluar dari bandara hingga hampir jam 7 malam kami belum sampai hotel.
Pak Sule bertanya mau makan malam dimana, karena biasanya dari hotel tidak disediakan makan malam. Jadi, kita harus makan malam diluar. Pak Sule memberikan pilihan mau makan di daerah plasa Indonesia atau daerah Sabang. Aku teringat kalau tadi di bandara, si Haikal mencari-cari tempat makan KFC. Dan hasilnya, pak Sule mengantarkan kami ke mall Sarinah untuk makan malam. Di Sarinah kami makan malam di MCD. Tidak sampai satu jam kami menyelesaikan malam. Aku senang sekali berteman dengan mereka, mereka baik hati, mereka mau menerima ideku untuk membelikan pak Sule makanan karena setelah kami amati, pak Sule hanya merokok sambil menunggu kami dan tidak makan malam, membuatku kepikiran.
Kami melanjutkan perjalanan menuju hotel setelah semua perut terisi. Tidak lama, papan nama hotel Alia Grand Kwitang terlihat didepan mata. Pak Sule menurunkan kami berlima dan mengatakan akan menjemput besok sekitar jam tujuh pagi. Kami berlima langsung memasuki hotel dan berjalan ke bagian resepsionis.
Aku mengeluarkan kertas print berisi reservasi hotel atas nama Muhammad Husein Haikal, Lisa Maulida dan Nola Putri yang telah dikonfirmasi oleh Mr. Zainal. Mas petugas mengecek reservasi melalui komputer dan beberapa detik kemudian meminta kami semua menunjukkan KTP dan membayar uang Rp 50.000 (sebagai jaminan kartu kunci kamar, dimana uang tersebut akan dikembalikan setelah check out). Setelah administrasi semua orang beres, kami masuk ke kamar masing-masing.
Nola dan Arinta, Haikal dan Mas Ade (kakaknya Nola) mendapat kamar twin room, sementara aku sendiri mendapat deluxe room. Sedih ya, ga bisa dibayangkan deh sendirian di kamar yang besar, pikirku saat berjalan dari resepsionis menuju kamar.
Aku menempelkan kartu ke daun pintu untuk membuka kunci otomatis kamar, dan yak, kamar guweh kebesaran, tempat tidurnya pun juga kebesaran. Aku menarik nafas dan menghembuskannya dengan perasaan "ya sudahlah - mau gimana lagi".
Aku menyalakan lampu kamar dan lampu kamar mandi. Kedua tas kuletakkan di atas meja dan kursi disamping televisi gantung, kunyalakan televisi agar tidak sepi lalu mengeluarkan pakaian ganti dan peralatan mandi. Aku mengintip jam yang merangkul pergelangan tangan kiriku, waktunya menunjukkan pukul 9 kurang. Sesekali aku melihat ke jendela kamar untuk melihat pemandangan, walaupun pemandangannya hanya berisi ya gedung lagi ya gedung lagi. Tapi malam ini aku beruntung, aku melihat ada pesta kembang api dari seberang gedung.
Setelah selesai bersih-bersih, aku main ke kamar Nola dan Arinta sebentar kemudian kembali ke kamar untuk istirahat. Kubiarkan televisi dan lampu kamar mandi menyala, sehingga ruangan kamar tidak terlalu sepi dan tidak terlalu panas. Aku cek lagi perlengkapan untuk besok, mengisi semua baterai alat komunikasi, memasukkan peralatan-peralatan yang tidak lagi dipakai kedalam tas ransel, kemudian mengunci pintu kamar. Oya, sebelum tidur, tak lupa aku minum air putih dulu.
Selamat beristirahat...
Baca juga cerita selanjutnya ya : Part 3 - Menang Kompetisi Nasional Membuatku Harus Lebih Rendah Hati
Tidak ada komentar
Posting Komentar
Segitu dulu cerita kali ini. Terima kasih temans membaca artikel ini sampai akhir. Semoga bermanfaat.
Saya sangat ingin mendengar komentar temans setelah membaca. Silahkan, temans bebas berkomentar apa saja namun harap tetap menjaga kesopanan.
Sayang sekali komentar dengan subjek Anonymous akan terhapus otomatis, jadi mohon kesediaannya untuk memberi nama asli ya.
Terima kasih ^^.
Love, Lisa.