Celingak
celinguk, yang dimaksud atas ini, atas yang mana? Lha kalau ke atas
satu-satunya jalan ya cuma lewat anak tangga yang ngga bisa dihitung
dengan jari. Dan rupanya benar, ke Log Car harus lewat tangga ini, pun
ada papan informasinya di dekat sebuah cafe.
Menurut gmaps, nama cafe
ini adalah Helen Coffee Mobile Espresso. Cafe yang unik dengan pemandangan yang cantik, kapan-kapan kalau kesini lagi mampir cafe ini ya ayy (colek mas husband). Oiya, di belakang cafe ini ada tulisan Wulai Trolley,
tulisannya sangat besar sehingga bisa dilihat dari jembatan Lansheng
tadi. Mungkin ini bisa dijadikan acuan (agar tidak kebingungan seperti
kami), jika temans mau naik Log Car.
Artinya selamat berolahraga.
Kelihatan papan informasi bertuliskan "Wulai Trolley"? Itu ada disebelah kiri.
Huft, olahraga
ditengah cuaca hujan dan suhu yang pengap. (FYI, Taipei dan sekitarnya,
kalau habis hujan hawanya tidak segar layaknya di Indonesia, tapi engap
dan sumuk). Mas husband membawa naik stroller dan barang-barang kecil,
saya membawa Kia dan ransel. Pengorbanan yang luar biasa ya untuk
mencapai Wulai Log Car Station ini.
Sampai di
stasiun log car, huft, nafas dulu. Ngos-ngosan. Dan langsung di sorot
mas husband pake kamera, alasannya mau bikin vlog, lha kok baru sekarang
nge-video-in nya???!.
Jika anda melihat ada kereta lewat dan anda disuruh berhenti, SELAMAT, anda sudah sampai tujuan.
Budayakan antri.
Informasi biaya log car.
Ada antrian panjang orang-orang yang mau naik log car. Sembari menunggu antrian panjang, saya ingin menunjukkan foto ini.
Diambil menggunakan Mode Panorama #S7EdgeLisa
Yup,
ini adalah foto sejarah kereta log yang akan kami naiki. Jika saya
tidak salah menerjemahkan (dari foto diatas hingga brosur informasi yang
dapat diambil di Wulai Forestry Living Museum), cerita log car
pada mulanya adalah digunakan sebagai pengangkut kayu atau pekerja yang
tinggal di dekat air terjun atau wisatawan yang ingin datang ke air
terjun. Log car merupakan transportasi hasil dari kerja sama suku Atayal
dan pemerintah Taiwan. Seiring dengan majunya pembangunan daerah Wulai,
terjadi pula perkembangan peradaban Suku Atayal. Dari yang sangat
tradisional menjadi mengenal teknologi. Pada tahun 1963, log car semula
dijalankan oleh tenaga manusia. Namun pada tahun 1974, log car berubah
menggunakan mesin. Jalanan Log Car semula berliku-liku dan panjang,
namun seiring dengan beralihnya fungsi log car (yang semula utamanya
mengangkut kayu ke hanya mengangkut wisatawan), rute log car dipangkas
tinggal 1,6km (dari Wulai Log Car Station hingga Wulai Waterfall Station).
Giliran
mas husband maju ke depan loket, saya dan Kia menunggu di samping.
Setelah mas husband mendapat tiket, kami langsung beres-beres.
Diputuskanlah stroller dan tripod ditinggal di stasiun karena mendapati
cuaca seperti ini pasti tidak akan sempat mengabadikan momen dengan
baik. Pegawai perempuan memperbolehkan stroller kami ditinggal dekat
loket, kemudian meminta kami agar segera naik log car.
Subhanallah..
Masya Allah..
Allahuakbar..
Sekitar
lima belas menit kami menempuh perjalanan dari Log Car Station hingga
Waterfall Station. Jika melihat agak kebawah, kita bisa lihat Sungai Nanshi (Nanshi River) yang sangat panjang, dipenuhi oleh bebatuan di bantaran sungainya dan jernih airnya.Sepanjang
perjalanan itu pula kami disuguhkan pemandangan tebing gunung yang
hijau dan asri, sayang sekali banyaknya kabut dan cuaca mendung bikin
momen berkurang nikmatnya. Tapi tak apa, yang penting Kia happy.
Sampai
di Waterfall Station dan hujan rintik-rintik lagi. Fiuh nasib emang.
Kami lari-lari kecil ke selatan stasiun kereta, ke tempat yang
kelihatannya seperti barisan bangunan tua namun disulap menjadi ramah
wisatawan. Disana ada yang menjual makanan, ada cafe kecil dengan
pemandangan air terjun, ada pula penginapan atau hotel yang berjajar.
Lihat jalanannya, istimewa.
Alhamdulillah,
kami sampai juga di tempat air terjun. Air terjun Wulai dan sekitarnya
memang untuk wisatawan, namun wisatawan yang datang tidak ada akses umum
untuk 'menyentuh secara langsung' kaki air terjun. Kami hanya bisa
melihat air terjun dari seberang. Dan tepi tebing tempat kami berdiri
dibuat sangat aman bagi wisatawan.
Sampai
di lokasi air terjun, tempat yang pertama kali membuat kami tertarik
untuk berkunjung adalah Wulai Forestry Living Museum. Sebuah museum yang
terdapat sejarah log car dan segala hal tentang kawasan Wulai.
Saat kami datang, petugas yang menjaga museum hanya satu dan beliau
melayani satu rombongan keluarga yang berkunjung sebelum kami.
Kami
bertiga menjelajah museum sendiri, dan Kia pun punya cara menikmati
museum ini yakni berjalan mendekati rombongan (sehingga secara tidak
langsung dia jadi hiburan buat rombongan keluarga tersebut) dan berjalan
naik ke tangga.
Saya tidak tau persisnya berapa jumlah
lantai gedung museum ini, tapi yang jelas lantai museum dimulai dari
saat kami masuk ke gedung, kemudian ada dua lantai kebawah dan
(nampaknya) ada lantai keatas yang tertutup untuk umum. Museum
ini memang tidak besar dan megah, namun properti didalamnya ditata
secara apik dan unik sehingga pengunjung yang datang selalu tertarik
menjelajah di setiap sudut museum.
Replika log car yang mengangkut manusia.
Replika log car yang mengangkut kayu ada dibelakang patung.
Sebut saja lantai
pertama, adalah lantai yang kami masuki pertama kali. Baru saja kami
masuk pintu kacanya, kami sudah langsung berhadapan dengan replika log
car. Replika log car ada dua macam, yang satu untuk mengangkut manusia
dan yang satu lagi untuk mengangkut kayu. Temans kalau kesini pasti
sudah bisa membedakan log car mana yang untuk manusia dan yang untuk
kayu, tanpa melihat deskripsi yang ada disamping replika. Selain
replika, di ruangan yang sama, juga terdapat banyak informasi tentang
perjalanan log car yang berkorelasi dengan kehidupan Suku Atayal. Di
ruangan yang berbeda, terdapat mini bioskop (kalau saya bilang hehe),
yang digunakan untuk melihat dokumentasi perjalanan log car dan
kehidupan disekitarnya.
Replika rel log car.
Karena tidak boleh naik keatas,
kami turun kebawah melalui satu-satunya tangga. Setelah turun tangga,
kami dihadapkan dengan replika rute rel log car dan banyak papan yang
berdiri dan tertulis segala informasi tentangnya. Jika temans melihat
ada papan yang bertuliskan 'Wulai's Small Jiufen, Simple Life In The Mountain'.
Mungkin bisa dibaca, siapa tau hatinya tergetar setelah membaca, seperti
saya hehe. Di ruangan berbeda, terdapat mini perpustakaan yang dibuat
sangat cozy dan comfy dengan pemandangan aliran air terjun
yang sangat jelas dari balik kaca. Sambil membaca buku, sambil
menikmati pemandangan air terjun. Mungkin saja bisa sambil makan,
mungkin juga tidak (karena saya tidak melihat tanda dilarang membawa
makanan disini--atau informasi larangan itu ada namun luput dari
pandangan saya). Sebaiknya tidak makan dan minum di ruangan perpustakaan
deh ya, takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan terhadap buku-buku
disana.
Hujan...huhuhu.
Yang ada di foto ini hanyalah fiksi belaka (1). Tumben bukunya ngga kebalik pak dosen?
Yang ada di foto ini hanyalah fiksi belaka (2). Posenya ngga nget deh, beginilah kalau dosen jadi juru foto.
Dari kaca perpustakaan, jika melihat ke bawah
terdapat tempat yang pas untuk melihat kaki air terjun. Kami bergegas
turun karena nampaknya pengunjung mulai banyak berdatangan. Dan benar
saja, saat turun ke lantai bawah, melewati ruangan pertemuan, terdapat
serambi yang memang khusus diperuntukkan pengunjung menikmati
pemandangan kaki air terjun.
Nampaknya dijadikan ruang pertemuan.
Serambi yang langsung menghadap kaki air terjun.
Hujan rintik-rintik masih berlanjut, dan
hawa sumuk tak pernah berganti hawa segar. Bingung juga saya, padahal
tempat ini berada di kaki gunung, dan sejauh mata memandang hanya
terlihat hijaunya bukit dan birunya air sungai. Kami mengambil tempat
duduk dan menikmati suasana air terjun. Terus berdzikir dalam hati
karena bisa menikmati suasana alam yang sangat asri, jauh dari hiruk
pikuk dan kepadatan kota Taipei.
Love.
Kuasa Allah...
Kia asyik dengan
menjelajah serambi yang baru dia kunjungi ini. Yaa, Kia baru pertama
kali ke wisata air terjun. Sangat bersyukur saya, melihat serambi yang
aman untuk pengunjung, jadi untuk Kia, dia bisa bebas berjalan dan
mengamati hal baru saat hujan berhenti. Dan lagi-lagi dia jadi pusat
perhatian bagi pengunjung lainnya. Ada batita berjilbab dan bermata
sipit (semakin sipit--segaris saat dia ketawa) yang embul ginuk-ginuk
sedang berjalan tunuk-tunuk sambil mengamati sesuatu di tengah pemandangan air terjun.
Kiss Kia, sampai mulutnya mecucu kejepit pipi hahaha.
Saya
membuka bekal untuk dimakan. Dan kami puas berlama-lama disini. Dari
atas air terjun terdapat beberapa kabel yang terhubung antar bukit.
Kebayang ngga kalau ternyata kabel tersebut merupakan jalur kereta yang
menghubungkan kawasan wisata Wulai Waterfall dengan resort yang ada di
atas air terjun. Nama resortnya Yun Hsien Resort dan nama keretanya Cabel Car.
Masih ingat youtube saya tentang Maokong Gondola? Nah sistem kereta
yang ditarik dan dijalankan melalui kabel Gondola mirip dengan cabel car
yang ada di Wulai. Memang saya penasaran terhadap resort yang ada di
air terjun, namun sudah merasa puas dengan pemandangan dan perjalanan ke
Wulai ini. Mas husband menjanjikan nanti kalau ke atas harus menginap
dan dijadikan ajang refreshing saat liburan. Yeeaaiiiyyy. In sya Allah.
Cable Car.
Hari
makin sore dan mulai gelap. Sekarang ini, di Taipei kalau gelap berarti
menunjukkan hampir pukul tujuh malam. Namun di kawasan Wulai Waterfall,
pukul lima kurang sudah gelap. Memang disuruh untuk segera pulang nih.
Kami
naik tangga menuju lantai pertama, dan keluar dari museum. Hujan masih
rintik-rintik ringan jadi kami tidak terlalu memerlukan payung. FYI, didinding tangga museum bertuliskan informasi mengenai kawasan Wulai, bisa dibaca, untuk menambah wawasan sejarah kelompok pribumi terbesar ketiga di Taiwan dan peradabannya.
Sebelum berjalan ke arah Waterfall Station, mas husband mengajak untuk menjelajah ke selatan museum. Saya melihat
ada banyak mobil bagus terparkir disepanjang jalan. Dan di balik rumah;
toko; dan cafe dipinggir jalan ini, terdapat hotel yang berjajar. Hmmm
benar-benar wisata yang terkonsep rapi.
Beautiful Scene.
Kami putar
balik karena terasa sudah terlalu jauh berjalan. Kembali ke jalan menuju
museum dan membeli tiket balik log car. Harga tiket yang kami bayar
waktu pulang sama seperti saat berangkat, yakni 100NTD untuk dua orang
dewasa. Anak dibawah umur tujuh tahun tidak dikenakan biaya.
Jalan pulang pun sama dengan jalan berangkat : naik log car
kembali ke Wulai Log Car Station, kemudian turun tangga dan berjalan
melalui Lansheng Bridge, jalan melewati Wulai Old Street, Tonghou River,
dan kembali ke Wulai Bus Station.
Sampai di tempat menunggu bus, hujan
kian deras. Derasnya hujan tidak mengganggu Kia yang khusyu bermimpi,
yap dia tertidur di stroller sepanjang perjalanan pulang. Anak pintar,
perjalanan berangkat tidur, perjalanan pulang pun tidur, sampai tujuan
lalu bangun. Bus 849 pun datang dan kami langsung naik bus sesuai
antrian. Pulang ke Taipei, kitaaa!!
~oOo~
Conclusion, How To Get There and Budget You Should Have.
MRT Xindian (Jalur Hijau / Green Line).
Bus 849 dari MRT Xindian ke Wulai Bus Station (nge-pip easy card 2x diawal dan diakhir) 30NTD.
Wulai Old Street.
Lansheng Bridge.
Wulai Log Car Station50NTD/adult/one way dan 30NTD/special/one way (usia antara 7-13 tahun dan usia diatas 65 tahun) dan free (anak dibawah usia 7 tahun dan difabel). Buka weekday & weekend (08.00-17.00), musim panas/Juli sampai Agustus (09.00-18.00). Wulai Waterfall Station sama seperti Wulai Log Car Station.
Iyo ik, jebule ceritanya panjaaaang banget yak, sepanjang kenangan dengan orang tersayang hahahaa...
Seneng baca kisah ini sampai akhir. Sayang ya, perjalanannya diwarnai hujan terus menerus. Kalau cuaca terang pastinya bakalan lebih banyak yang dieksplore.
Segitu dulu cerita kali ini. Terima kasih temans membaca artikel ini sampai akhir. Semoga bermanfaat. Saya sangat ingin mendengar komentar temans setelah membaca. Silahkan, temans bebas berkomentar apa saja namun harap tetap menjaga kesopanan. Sayang sekali komentar dengan subjek Anonymous akan terhapus otomatis, jadi mohon kesediaannya untuk memberi nama asli ya. Terima kasih ^^. Love, Lisa.
Wah bisa jadi destinasi liburan selanjutnya nih.. Saya suka deh explore ke tempat seperti ini.. Makasih ya Mbak udah share ini :)
BalasHapusSama-sama mbak Ika :D
HapusIyo ik, jebule ceritanya panjaaaang banget yak, sepanjang kenangan dengan orang tersayang hahahaa...
BalasHapusSeneng baca kisah ini sampai akhir. Sayang ya, perjalanannya diwarnai hujan terus menerus. Kalau cuaca terang pastinya bakalan lebih banyak yang dieksplore.
Tsaaahh, tapi khan seruu mbak, seseru perjalanan aslinya hihihi.
HapusJadi kaphan Gandjel Rel goes to Taipei? :p